kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Integrasi GPN berlangsung lambat, kenapa?


Rabu, 09 September 2020 / 20:34 WIB
Integrasi GPN berlangsung lambat, kenapa?
ILUSTRASI. Nasabah melakukan pengisian uang elektronik di ATM di jakarta, Minggu (15/12). Menurut catatan Bank Indonesia terjadi lonjakan penggunaan uang elektronik pada kuartal IV 2019. Lonjakan tersebut ditandai dengan pertumbuhan transaksi uang elektronik yang me


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Integrasi penerbit kartu debit asing untuk masuk ke ekosistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) berjalan lambat. Negosiasi bisnis yang alot antara penerbit asing dengan perusahaan switching lokal jadi salah satu kendala utama. 

“Kami masih penjajakan saat ini dengan PJSP (Penyedia Jasa Sistem Pembayaran) asing, masih belum ketemu kesepakatan bisnisnya,” kata Direktur Switching Business PT Jalin Pembayaran Nusantara Aries Barkah.

Salah satu yang bikin para alotnya negosiasi para pihak ini adalah soal tambahan tarif merchant discount rate (MDR) sebesar 0,15% untuk memproses transaksi dalam ekosistem GPN. Ini sesuai dengan PADG Bank Indonesia bernomor 19/20PADG/2017 tentang GPN. 

Baca Juga: Sepanjang semester I-2020, sebanyak 132 kantor bank ditutup

Sayangnya dalam beleid tersebut tak ada ketentuan siapa yang mesti menanggung beban tarif tambahan tersebut. Aries bilang hal tersebut tak disepakati dengan PJSP asing, akhirnya beban tersebut tanggungan tersebut bisa dialihkan kepada merhcant, sehingga pada akhirnya malah membebankan nasabah. 

Ini yang kemudian bikin integrasi penerbit asing ke ekositem GPN turut terhambat. Sejak diresmikan pemerintah 2018, sampai kini baru ada dua penerbit asing yang teken kerja sama, Mastercad dengan PT Artajasa Pembayaran Elektronis pada Agustus 2019 lalu, dan Visa dengan PT Alto Network yang mendapatkan izin kerjasama dari Bank Indonesia, Senin (7/1) kemarin. 

“Kemitraan ini sejalan dengan strategi jangka panjang Visa untuk mendorong penerimaan dan adopsi pembayaran nontunai di Indonesia, serta memberikan dukungan penuh terhadap visi Bank Indonesia memajukan Sistem Pembayaran Nasional,” Kata Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurahhman. 

Riko juga bilang, Visa tak akan cuma bekerja sama terkait ekosistem GPN, melainkan juga bakal membantu Alto meningkatkan kapabilitas dalam hal keamanan, efisiensi operasional, dan manajemen risiko. ia juga berharap, kerja sama bisa meningkatkan transaksi Visa di Indonesia. Ia berkaca dari Acceptance Program pada 2011 yang dapat meningkatkan transaksi hingga dua kali lipat.

Baca Juga: Luncurkan program Batar Spekta, BTN targetkan tabungan tumbuh 14% hingga akhir 2020

Sementara sebelum Visa, tahun lalu ada Mastercard yang lebih dulu menggandeng PT Artajasa Pembayaran Elektronis untuk masuk ke ekosistem GPN. Direktur Artajasa Bayu Hanantasena pernah bilang kepada KONTAN terkait tarif tambahan, sejatinya bisa punya mekanisme yang sangat beragam tanpa perlu membebankan nasabah. 

“Untuk tambahan tarif secara normal memang akan dibebankan ke merchant, namun mekanisme pasar, dan variasi model bisnis bisa membuat real price yang berbeda,” ungkapnya.

Selanjutnya: Bank BCA gelar pameran KPR online

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×