Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat diimbau untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran pinjaman online atau fintech peer to peer lending ilegal. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko, fintech legal hanya boleh mengakses data peminjam berupa camera, microphone, dan location (Camilan).
Alasannya, selama masa pandemi Covid-19, sejumlah penyelenggara fintech peer to peer lending legal justru lebih selektif menentukan penyaluran pinjaman baru untuk mengantisipasi tingginya gagal bayar.
“Di masa pandemi Covid-19 ini, tingkat kebutuhan dana masyarakat semakin meningkat. Inilah yang dimanfaatkan pelaku fintech ilegal yang mengiming-imingi pinjaman dengan syarat-syarat yang sangat mudah. Namun ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat, karena fintech ilegal ini sering menyalahgunakan data-data peminjamnya," ujar Sunu dalam sebuah diskusi virtual, Senin (13/7/2020).
Baca Juga: Menghitung Untung dan Rugi Pinjaman Online
Sunu menambahkan, AFPI sangat menantikan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Untuk saat ini, sebagai bagian dari perlindungan terhadap industri fintech P2P lending, AFPI sudah memiliki pusat data fintech atau Fintech Data Center (FDC) yang bermanfaat untuk meminimalisir penyalahgunaan data konsumen.
“AFPI ingin meminimalisir tingkat fraud dan mencegah efek negatif dari industri ini. Dan saat ini, AFPI telah memiliki FDC serta code of conduct atau kode etik yang mengatur semua anggota,” jelasnya.
Berdasarkan penemuan Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang bulan Juni 2020, terdapat 105 fintech peer to peer lending ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat di telepon genggam. Adapun total fintech P2P lending ilegal yang telah ditangani SWI sejak tahun 2018, sebanyak 2.591 entitas.
Baca Juga: Marak penawaran investasi ilegal lewat medsos, Bappebti blokir ratusan domain di 2020
Sementara itu, Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede mengingatkan masyarakat, agar sebelum melakukan pinjaman perlu memastikan pihak yang menawarkan pinjaman online tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.
"Cek dahulu legalitasnya sebelum menggunakan jasa fintech peer to peer lending, yang legal itu harus terdaftar di OJK dan sudah menjadi anggota AFPI. AFPI sebagai asosiasi resmi dan mitra OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada anggota bila terbukti melanggar aturan dan kode etik," katanya. Baca berikutnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ingat, Jangan Tergiur Pinjaman Online dengan Syarat Mudah"
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News