kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketika bank membidik mahasiswa jadi sasaran kredit


Kamis, 12 April 2018 / 22:10 WIB
Ketika bank membidik mahasiswa jadi sasaran kredit
ILUSTRASI.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meringankan biaya pendidikan di tanah air. Yang terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melontarkan wacana adanya produk khusus kredit pendidikan yang disediakan perbankan. 

Presiden menyampaikan hal itu dalam acara pertemuan dengan para pimpinan perbankan Indonesia di Istana Negara, Jakarta, pertengahan Maret lalu. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi meminta agar kredit pendidikan dijadikan bagian dari produk bank yang bisa dinikmati masyarakat. 

Jokowi mencontohkan layanan produk pendidikan yang digulirkan perbankan di Amerika Serikat (AS) bernama student loan. Menurut Jokowi, total  nilai pinjaman kredit pendidikan di negeri itu US$ 1,3 triliun, lebih besar dibandingkan dengan pinjaman kartu kredit yang sebesar US$ 800 miliar.

Pertanyaannya, apakah program kredit pendidikan yang digulirkan perbankan di AS bisa diterapkan di tanah air? Maklum, di negeri ini, kredit pendidikan belum terlalu popular. 
Pernah gagal

Sebenarnya, pada dekade tahun 1980-an, pernah ada kredit pendidikan bernama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI) yang disalurkan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Hanya saja, program tersebut dihentikan lantaran banyak mahasiswa yang menunggak pembayaran(lihat boks).

Nah, jika tidak melakukan mitigasi risiko dengan benar, bukan mustahil pengalaman tersebut akan kembali terulang di era sekarang. “Kendala kredit pendidikan adalah NPL. Banyak mahasiswa setelah lulus tidak melunasi kredit,” kata Paul Sutaryono, pengamat perbankan. 

Dus, langkah perbankan di AS menggulirkan program kredit pendidikan tidak bisa dijadikan cerminan. Apalagi, dalam sejarahnya, negara adidaya itu telah lama menjalankan program kredit pendidikan. Kredit ini pertama kali digulirkan pada 1840. Namun, kredit pendidikan yang dikelola pemerintah Federal baru dijalankan pada 1958.

Di negeri Paman Sam itu, pelaksanaan kredit pendidikan juga melibatkan pemerintah dan swasta (bank). Pemerintah berperan menyediakan dana dan mengawasi. Sedangkan swasta mengelola dan menyalurkan dana pendidikan. Tentu saja, ada bagi untung antara kedua pihak dari bunga kredit.

Bunga pinjaman kredit pendidikan yang harus dibayar mahasiswa berkisar 4%–10% per tahun. Kala itu, kredit pendidikan diberikan pada mahasiswa yang masuk ke Harvard University. Tapi, akses mahasiswa untuk mendapatkan kredit pendidikan ini pun dibatasi. 

Yang bisa menikmati pinjaman biaya pendidikan hanya mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan modal akademik ciamik. Ini terutama bagi siswa berprestasi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika.

Selain itu, sebelum aktif duduk di bangku kuliah, mahasiswa harus menandatangani kontrak dengan bank dan menyatakan kesanggupan melunasi pinjaman usai lulus kuliah. Jadi, mahasiswa tidak kuliah secara gratis. Biaya yang dipinjam harus dibayar setelah menamatkan pendidikan dan bekerja. 

Bank mulai menawarkan

Nah, bagaimana langkah perbankan menanggapi permintaan Presiden itu? Kalangan bankir di tanah air menyambut positif. Contohnya, PT Bank Raykat Indonesia Tbk (BRI). Akhir Maret lalu, BRI resmi meluncurkan kredit pendidikan bernama Briguna Flexi Pendidikan. ”Langkah ini merupakan respons BRI atas instruksi Presiden mengenai kredit pendidikan,” ujar Suprajarto, Direktur Utama BRI.

Hanya berselang sepekan, giliran Bank BNI yang meluncurkan BNI Fleksi Pendidikan. Fasilitas pinjaman ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi biaya pendidikan strata satu (S1) hingga tingkat doktoral (S3). Dalam program ini, BNI menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). 

Sedikit berbeda dengan BNI, Briguna Flexi Pendidikan lebih memfokuskan pembiayaan untuk mahasiswa strata dua (S2) dan S3 yang sudah memiliki penghasilan tetap. Briguna Flexi Pendidikan dapat dinikmati mahasiswa S2 dengan tenor kredit maksimal enam tahun. Adapun untuk mahasiswa S3 tenornya maksimal 10 tahun. 

BRI mengklaim, Briguna Flexi menawarkan skema bunga yang ringan. Saat ini suku bunga pinjaman Briguna Flexi Pendidikan sebesar 0,7% per bulan. Jadi, bunga kredit pendidikan BRI sekitar 8,4% per tahun. “Target 2018, penyaluran kredit Briguna Pendidikan Rp 100 miliar,” kata Handayani, Direktur Konsumer Banking BRI.  

Selain bunga yang relatif rendah, menurut Suprajarto, Briguna Flexi Pendidikan juga memiliki keunggulan dari sisi fleksibilitas, yakni kelonggaran waktu pembayaran. Mahasiswa bisa membayar bunga berjalan selama masa pendidikan kuliah. Sedangkan pokok pinjaman dapat dibayarkan setelah mahasiswa lulus.

Dengan skema pembiayaan yang fleksibel, Briguna Flexi Pendidikan diharapkan dapat memacu minat masyarakat untuk menempuh pendidikan tinggi tingkat lanjut. Selain itu, kata Suprajarto, juga menggeser perilaku kredit konsumtif masyarakat ke kegiatan yang lebih produktif, seperti pendidikan. 

Untuk mendapatkan fasilitas kredit pendidikan dari BRI ini, calon nasabah harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, melampirkan fotokopi identitas diri (KTP) dan kartu keluarga, slip gaji, surat keputusan (SK) pengangkatan karyawan, dan surat rekomendasi tempat bekerja dan rekomendasi dari universitas yang dituju.

Persyaratan yang sama juga diberlakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dalam menyalurkan kredit pendidikan. Menurut Adi Sulistyowati, Direktur Hubungan Kelembagaan BNI, persyaratan untuk mendapatkan kredit pendidikan BNI layaknya mengajukan kredit tanpa agunan (KTA).

Bankir yang akrab disapa Susi itu menjelaskan, pola pemberian BNI Fleksi-Pendidikan bagi dosen dan mahasiswa dibagi menjadi dua. Pertama, BNI Fleksi Mahasiswa berprestasi yang merupakan dosen dan mahasiswa aktif S1, S2, dan jenjang S3 penerima beasiswa.

Beberapa syarat yang perlu dipenuhi calon nasabah, antara lain, penyaluran beasiswa dilakukan melalui BNI, melampirkan surat rekomendasi dari ITS yang menjelaskan bahwa dosen peneliti adalah penerima beasiswa, dan memiliki kontrak dengan pemberi beasiswa.

Kedua, pola BNI Fleksi Mahasiswa di mana penerima BNI Fleksi merupakan dosen dan mahasiswa aktif S2 dan S3 yang telah bekerja dan menyalurkan gajinya melalui BNI. Penerima pembiayaan ini dapat memperoleh skim grace periode atau pembayaran dalam kurun waktu tertentu atau skema reguler.

Bunga kredit pendidikan

Bunga kredit BNI Fleksi pendidikan 8,4% per tahun dengan plafon pinjaman maksimal Rp 500 juta dan tenor pinjaman maksimal tiga tahun. 

Sayangnya, Susi enggan membeberkan nilai penyaluran kredit BNI ke sektor pendidikan. Dia hanya mengatakan, total penyaluran kredit Fleksi BNI (kredit tanpa agunandi BNI) di tahun 2017 mencapai Rp 5,2 triliun, tumbuh 58% dibandingkan 2016. “Tahun 2018, kami menargetkan pertumbuhan kredit Fleksi bisa mencapai 15%,” beber Susi. 

Untuk mencapai target itu, BNI akan fokus menyalurkan kredit pendidikan kepada mahasiswa dan dosen di seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang telah menjadi mitra BNI. “Intinya, kami mendukung arahan Presiden untuk menyediakan produk kredit pendidikan. Sebab, pendidikan dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan bangsa,” imbuh Susi. 

Berbeda dengan BRI dan BNI PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) masih mengkaji skema pendanaan ini. Menurut Kartiko Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, pihaknya tidak akan terburu-buru merumuskan skema kredit khusus pendidikan ini lantaran masih merancang pola pemotongan gaji penerima kredit. 

Sejatinya, Bank Mandiri telah memiliki produk kredit pendidikan. Pada tahun 2006, bank itu meluncurkan program Kredit Bebas Agunan (KBA) Pendidikan Mandiri. Melalui program tersebut, bank ini memberikan kredit pendidikan senilai Rp 5 juta–Rp 200 juta.

Program KBA Pendidikan Mandiri tersebut menyediakan dana pendidikan mulai dari tingkat preschool sampai perguruan tinggi. Bahkan, pendidikan untuk pasca sarjana (S2) atau short course juga bisa dibiayai oleh KBA Pendidikan Mandiri. Program ini ditujukan untuk karyawan, profesional maupun wirausaha beserta anggota keluarganya.

Program ini memiliki jangka waktu pengembalian mulai dari 12 hingga 36 bulan. Bunga yang ditawarkan dalam bentuk floating rate dan fixed rate mulai dari 1,3% flat per bulan atau setara 28% per tahun. 

Kredit tanpa agunan untuk sektor pendidikan dari Bank Mandiri ini pun menetapkan sejumlah persyaratan. Dia  antaranya, calon debitur diharuskan memiliki pendapatan sebesar Rp 2,5 juta per bulan jika berdomisili di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Di luar daerah tersebut, penghasilan minimal Rp 2 juta per bulan. Syarat lainnya, debitur sudah bekerja selama 1 tahun dengan penghasilan tetap.

Selain itu, calon debitur berusia minimal 21 tahun dan berumur maksimal 55 tahun pada saat pinjaman pendidikan tersebut dilunasi.         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×