Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang terjadi di industri pembiayaan dalam negeri. Di saat penyaluran kredit seret, pada saat yang sama rasio kredit macet di beberapa multifinance merangkak naik. Perlambatan ekonomi mengganggu kemampuan debitur untuk membayar tepat waktu.
PT BFI Finance mencatatkan angka non performing loan (NPL) di akhir September ini mencapai 1,67%. Pada periode yang sama tahun lalu, angka NPL BFI Finance berada di level 1,38%.
Sudjono, Direktur PT BFI Finance, mengatakan, kenaikan kredit macet ini disebabkan oleh melempemnya kemampuan debitur sewa guna usaha. Hal ini tak lepas dari penurunan harga komoditas yang mengganggu roda bisnis debitur. "Terutama di beberapa wilayah di Kalimantan," ujar Sudjono, kemarin.
Senasib dengan BFI Finance, Mandiri Tunas Finance juga mencatatkan kenaikan NPL. Pada September, NPL Mandiri Tunas Finance mencapai 1,26%. Padahal per Juni 2014 lalu, angka NPL Mandiri Tunas Finance masih 1,12%.
Harjanto Tjitohardjojo mengaku kenaikan rasio kredit macet ini dipicu oleh perang diskon antara agen pemegang merek dan dealer mobil baru. Harga miring membuat masyarakat berbondong-bondong membeli mobil sehingga membantu penyaluran kredit. Di sisi lain, jorjoran pinjaman kredit ini juga tak memperhitungkan kemampuan bayar nasabah.
Alhasil kemampuan nasabah untuk membayar cicilan pun tidak sesuai dengan harapan. "Diskonnya gede banget, jadi banyak yang beli dari kalangan yang terlalu rendah," ujar Harjanto.
Lebih selektif lagi
Solusinya, untuk menjaga angka NPL tetap di level 1,2%, Mandiri Tunas Finance akan lebih selektif lagi dalam menerima aplikasi kredit, terutama di wilayah yang memiliki kenaikan kredit macet cukup besar. Harjanto menambahkan pihaknya akan mengefektifkan kinerja divisi penagihan (collection).
Selain itu, untuk memastikan kredit yang sehat, Mandiri Tunas Finance tidak terlalu agresif dalam mengejar angka booking baru meski konsekuensinya, penyaluran kredit tidak akan mencapai target tahun ini yakni Rp 16 triliun. "Mungkin penyalurannya masih di atas Rp 15 triliun, dan yang penting kreditnya sehat," ungkap Harjanto.
Sejak beberapa waktu terakhir, Mandiri Tunas Finance memang membatasi beberapa segmen yang menyumbang kredit macet cukup besar. Bahkan, beberapa segmen sudah tidak mereka garap lagi. Misalnya hanya membiayai sepeda motor di Lampung. Kemudian, perusahaan tidak lagi bermain di segmen kendaraan niaga bekas.
Cara lainnya untuk menjaga rasio NPL adalah perusahaan menerapkan perbedaan besaran uang muka di masing-masing daerah sesuai dengan kondisi perekonomian.
Sedendang seirama dengan Mandiri Tunas Finance, BFI Finance juga lebih selektif dalam menyalurkan kredit terutama di sektor alat berat. Pasalnya, rasio kredit macet di pembiayaan alat berat cukup tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News