kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kredit Perbankan di Bali Perlu Perhatian Khusus


Minggu, 09 Oktober 2022 / 17:50 WIB
Kredit Perbankan di Bali Perlu Perhatian Khusus
ILUSTRASI. Dampak pandemi terhadap cashflow dan kondisi keuangan sebagian besar debitur di Bali masih terasa hingga kini ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas pariwisata di Bali sudah mulai bergerak sehingga perekonomian di wilayah ini berangsur-angsur bangkit. Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022 dinilai berdampak besar dalam mendorong pemulihan ekonomi kawasan ini. 

Namun, itu tak lantas akan membuat semua kondisi kredit perbankan yang diberikan pada debitur-debitur di Bali bisa segera kembali lancar. 

Piter Abdullah, Direktur dan sekaligus ekonom Segara Institut, memandang dampak pandemi terhadap cashflow dan kondisi keuangan sebagian besar debitur di Bali masih terasa hingga kini dan itu tak akan mudah ditutupi dengan kebangkitan ekonomi yang masih sangat dini. 

Baca Juga: Ada Perhelatan KTT G20, BI Optimistis Perekonomian Bali akan Menggeliat

Sederhananya begini, kerugian besar yang dialami pelaku usaha di Bali selama dua tahun terakhir karena terhentinya kegiatan pariwisata akibat Covid-19 belum akan bisa ditutupi dengan kenaikan penjualan dalam beberapa bulan terakhir dan dampak dari event G20 mendatang. 

Sehingga menurut Piter, regulator memang perlu mempertimbangkan untuk memberikan perlakukan khusus bagi kredit-kredit nasabah perbankan di Bali yang saat ini masuk dalam proses restrukturisasi Covid-19. Adapun relaksasasi restrukturisasi Covid-19 akan berakhir pada akhir Maret 2023. 

Sejumlah bank telah meminta pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar kredit-kredit di Bali segera dicarikan solusi penanganan khusus karena portofolio kredit restrukturisasi terkait dengan Bali masih sulit untuk pulih hingga saat ini.

Sunarso, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI)mengatakan, perbankan sekarang sulit untuk mendukung pemulihan ekonomi Bali karena terhalang portofolio lama yang belum terselesaikan dan telah masuk dalam ketegori unsustain. 

Perbankan tak bisa memberikan kredit baru pada debitur di Bali akibat kredit lama belum yang terdampak Covid-19 belum bersih. Sunarso punya ide yang mungkin bisa dikaji regulator dalam mengatasi permasalahan kredit di Bali, yaitu membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) khusus Bali.  

"Ini hanya usul saya buat diskusi ya, masih perlu dikaji," ujarnya, Jumat (7/10).

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) sudah siap jika relaksasi restrukturisasi Covid-19 tidak diperpanjang OJK tahun depan karena perseroan sudah melakukan pencadangan yang sangat memandai untuk mengantisipasi pemburukan aset.

Namun, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menilai kredit terkait Bali akan sulit diselesaikan. Ia mengakui bahwa aktivitas ekonomi Bali sudah kembali bergerak tetapi bank sulit memberikan dukungan untuk mempercepat pemulihan itu karena kredit perbankan di bali sudah over leverage.

Menurut koordinasi yang dilakukan BNI dengan pemerintah daerah di Bali, benar bahwa ekonominya sudah mulai bergerak namun akan sulit mendorong pertumbuhannya lebih cepat karena kredit yang sudah over levarage tersebut. 

"Sehingga kita perlu mencari jalan keluar untuk membantu ini," kata Royke. 

Baca Juga: Suku Bunga Naik, Bank Waspadai Kemampuan Bayar Debitur Restrukturisasi Kredit

OJK memang telah memberikan sinyal kemungkinan bakal memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19. Rencana itu akan diambil dengan mempertimbangkan belum seluruhnya debitur terdampak Covid-19 kembali pulih dan ditambah dengan tantangan global yang berkembang belakangan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK saat ini masih dalam tahap melakukan analisis terakhir dan masih ada beberapa komponen yang harus dipertimbangkan sebelum membuat keputusan final.

"Tetapi dalam memperpanjang, kita akan betul-betul dilakukan targeted secara sektor, geografi, dan dari sisi krediturnya," kata Dian dalam konferensi pers OJK, Senin (3/10).

Hal itu jadi pertimbangan OJK karena regulator tidak mau kebijakan normalisasi membahayakan pertumbuhan ekonomi. Sementara mandat OJK dalam memberikan relaksasi kebijakan sebelumnya adalah untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan sehingga berkontribusi signifikan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi. 

Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Agustus mencapai Rp 543,45 triliun, turun Rp 16,7 triliun dari bulan sebelumnya dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah dari 1,94 juta pada Juli.

Persentase restrukturisasi Covid-19 yang berpotensi gagal atau masuk dalam kategori high risk (loan at risk/LAR) mencapai 11,53%. Adapun total pencadangan yang udah dilakukan perbankan untuk itu mencapai 39%.

Sedangkan yang sudah turun menjadi kredit macet atau non performing loan (NPL) mencapai 6,62% dari total kredit yang direstrukturisasi. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang sudah dilakukan terhadap NPL ini mencapai 18,17%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×