kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Maybank: Biayai infra, bank harus cari alternatif


Rabu, 14 September 2016 / 15:09 WIB
Maybank: Biayai infra, bank harus cari alternatif


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Perbankan Indonesia sepertinya perlu mendiversifikasi pendanaan untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas jangka panjang untuk proyek infrastruktur. Direktur Utama PT Bank Maybank Indonesia Tbk Taswin Zakaria mengatakan, dengan tingginya kebutuhan dana untuk infrastruktur diharapkan bank bisa lebih lebih kreatif mencari alternatif pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK).

Berdasarkan hitung-hitungan Maybank, kebutuhan dana untuk infrastruktur dalam lima tahun ke depan sampai 2020 mencapai US$ 264 miliar atau Rp 3.473 triliun.

Taswin mengatakan, jika digabung, likuiditas yang berasal dari perbankan masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dana infrastruktur. Oleh karena itu bank dituntut untuk mencari alternatif pendanaan seperti dari pasar modal.

“Hal ini disebabkan karena kebutuhan likuiditas menjadi kunci dalam pemenuhan dana untuk infrastruktur,” ujar Taswin, Rabu (14/9).

Jika dihitung, kata Taswin, sebenarnya pasar modal di Indonesia sebenarnya masih kurang dalam menutupi kebutuhan total infrastruktur sampai 2020. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pendanaan dari luar, seperti pinjaman bilateral atau memanfaatkan pasar modal dari luar negeri.

Taswin mengatakan, selain penerbitan obligasi, bank diharapkan juga menerbitkan instrumen alternatif investasi lain seperti sukuk. Maybank Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, sudah berpartisipasi dalam penerbitan sukuk untuk mendukung infrastruktur seperti dalam pengembangan bandara pada 2015 dan pembiyaan modal Garuda pada 2014

John Chong, CEO Maybank Kim Eng Group menambahkan, pasar modal ke depan diharapkan bisa menawarkan sumber pendanaan alternatif. Menurutnya, baik pasar obligasi maupun pasar modal di Indonesia masih relatif under leveraged dibandingkan pasar lain di ASEAN dan memiliki kapasitas yang signifikan untuk mendanai beberapa proyek infrastrutktur.

“Obligasi khususnya, memungkinkan pihak pendukung proyek untuk menyesuaikan biaya pembiayaan dengan tagihan dalam rupiah yang diperoleh dari proyek terkait, yang umumnya memiliki jangka waktu yang panjang.” kata John Chong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×