Reporter: Herry Prasetyo, Nina Dwiantika, Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi
Era baru layanan perbankan sudah tiba. Masyarakat yang selama ini kesulitan memperoleh akses perbankan boleh bergembira. Kini, warga yang tinggal di daerah pelosok tak lagi perlu menempuh jarak puluhan kilometer untuk sekadar menabung.
Kemudahan mengakses layanan perbankan bakal menjadi kenyataan berkat program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang diresmikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dua pekan lalu. Ada 17 bank yang akan menjadi pelaksana program Laku Pandai. Untuk tahap awal, baru empat bank yang sudah mengantongi restu dari OJK dan meluncurkan layanan Laku Pandai: Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Bank Central Asia (BCA), dan Bank Mandiri.
Laku Pandai merupakan program yang menyediakan layanan perbankan ataupun layanan keuangan lainnya tanpa melalui jaringan kantor bank. Alih-alih harus membangun kantor, bank bisa menyediakan layanan dengan menggandeng pihak ketiga yang nantinya berperan sebagai agen Laku Pandai. Agen inilah yang jadi ujung tombak dalam merekatkan jarak antara bank dengan masyarakat di seluruh Indonesia.
Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, mengatakan, Laku Pandai diharapkan bisa mendukung program keuangan inklusif yang dicanangkan dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif pada Juni 2012. Program keuangan inklusif dirancang lantaran masih banyak masyarakat yang belum mengenal maupun belum menggunakan layanan keuangan.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan yang digelar OJK tahun 2013 lalu, indeks utilitas produk jasa perbankan mencapai level 57,28%. Itu artinya, baru separuh lebih dari jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan produk dan jasa perbankan.
Adapun masyarakat yang tergolong well literate di sektor perbankan hanya mencapai 21,8%. Yang dimaksud well literate adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang produk dan jasa lembaga keuangan, termasuk memahami risiko, hak, dan kewajibannya serta memiliki keterampilan menggunakan produk dan jasa lembaga keuangan (lihat infografik).
Karena itu, Muliaman bilang, program Laku Pandai akan menyediakan produk keuangan yang sederhana dan sesuai kebutuhan masyarakat yang selama ini belum terjangkau layanan keuangan. Tak cuma tabungan dasar, Laku Pandai juga menyediakan produk kredit mikro dan produk keuangan lain, seperti asuransi mikro. Dengan adanya produk pembiayaan untuk nasabah mikro, dia berharap, masyarakat bisa terbebas dari jeratan lintah darat yang selama ini telah membebankan suku bunga pinjaman yang tinggi.
Meningkatkan literasi
Agus Sugiarto, Kepala Departemen Literasi dan Edukasi OJK, mengatakan, masyarakat terjerat lintah darat lantaran tidak mengenal bank. Tidak adanya kantor bank yang mudah dijangkau menyebabkan masyarakat tidak bisa memperoleh jasa keuangan dari lembaga formal. Maklum, sebagian masyarakat di pelosok membutuhkan upaya ekstra untuk mencapai kantor bank.
Berdasarkan riset Asia Development Bank (ADB) pada 2010 lalu, masyarakat Indonesia di perkotaan hanya membutuhkan waktu rata-rata 12 menit untuk mencapai kantor bank terdekat menggunakan kendaraan umum. Sementara itu masyarakat di pedesaan membutuhkan waktu hingga 34 menit.
Muliaman menargetkan, keempat bank yang sudah meluncurkan layanan Laku Pandai bisa merekrut 128.093 agen pada tahun ini. Jika 13 bank lain ikut menjalankan Laku Pandai, jumlah agen tahun ini diperkirakan mencapai 350.000 orang dengan cakupan 75% wilayah Indonesia. Dalam dua tahun hingga tiga tahun ke depan, Muliaman menargetkan, layanan Laku Pandai bisa menjaring 20 juta–30 juta nasabah baru.
Target Laku Pandai bukan cuma penambahan nasabah baru. Yang juga penting, dana masyarakat yang selama ini ditaruh di bawah bantal bisa masuk ke sistem perbankan. Nelson Tambupolon, Kepala Eksekutir Pengawas Perbankan OJK, mengatakan, potensi dana nganggur yang belum diserap perbankan mencapai Rp 200 triliun. Jika separuh potensi dana ini bisa diserap, likuiditas bank akan meningkat.
Yang tak kalah penting, layanan bank tanpa kantor juga menargetkan peningkatan literasi keuangan masyarakat. Maklum, meski tingkat utilitas cukup tinggi, pemahaman masyarakat terhadap produk dan jasa perbankan masih rendah. Itu artinya, kata Agus, banyak orang menjadi nasabah tanpa memahami produk dan jasa perbankan. Alhasil, nasabah tidak bisa mengoptimalkan produk dan jasa keuangan yang diberikan bank ataupun lembaga keuangan lainnya.
Agus mengatakan, dampak ini tergambar dari indikator peningkatan tabungan yang berasal dari peningkatan pendapatan per kapita alias marginal propensity to save (MPS). Dalam empat tahun terakhir, indikator MPS terus menurun. Padahal, pendapatan per kapita masyarakat terus meningkat. Sebaliknya, marginal propensity to consume (MPC) justru meningkat. Artinya, kenaikan pendapatan masyarakat lebih banyak digunakan untuk konsumsi yang lebih besar.
Nah, dengan layanan Laku Pandai, Agus berharap, masyarakat semakin memahami dan terampil dalam menggunakan produk dan jasa perbankan. Dengan begitu, “Kapasitas finansial mereka akan meningkat dan bisa semakin sejahtera,” imbuhnya.
Doddy Ariefianto, Kepala Subdivisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menilai, layanan Laku Pandai akan membuat duit nganggur berputar di sistem perbankan. Itu artinya, dana nasabah akan mengalir juga ke nasabah di daerah tersebut. Ujung-ujungnya, perekonomian di daerah itu bergerak lebih cepat.
Meski begitu, Doddy mengingatkan, OJK dan bank pelaksana harus memperkuat manajemen risiko layanan Laku Pandai. Pasalnya, kepercayaan masyarakat terhadap bank berada di tangan agen. Jika ada moral hazard, layanan Laku Pandai bisa kontraproduktif. Karena itu, pengawasan dan mitigasi risiko harus diperkuat. “Mengawasi praktik penawaran investasi bodong saja (OJK) susah,” celetuk Doddy.
Jadi, regulator dan perbankan semestinya tetap harus hati-hati. Jangan sampai asal mengejar target saja!
Laporan Utama
Tabloid Kontan No. 28, XIX, 25
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News