Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pembahasan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang belum juga tuntas antara pemerintah dan Komisi XI DPR RI memberikan harapan positif bagi Bank Indonesia (BI) yang berharap sistem pengawasan perbankan tetap ada di bawah bank sentral.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, mengatakan, bank sentral tetap berpandangan pengawasan bank itu memang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan moneter maupun pengembangan sistem pembayaran. "Kalau sekarang masih terhambat dan belum selesai, itu mendekatkan harapan kita," ucap Darmin, Kamis (14/7).
Darmin mengaku, selama pengadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK tersebut, BI tidak pernah dilibatkan pemerintah dan DPR dalam pembahasan lembaga yang akan menaungi sistem pengawasan industri keuangan secara keseluruhan, baik itu industri perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank.
Sekadar menyegarkan ingatan, pemerintah dan DPR kembali buntu menemukan kata sepakat dalam penentuan posisi DK OJK yang berisi sembilan orang.
Ada dua skema opsi penunjukan dewan komisioner untuk OJK nantinya. Pertama, skema 2-5-2 yakni dua orang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dua orang berasal dari pemerintah, dan lima lainnya berasal dari kalangan masyarakat. Kemudian kedua, skema 2-7 yakni adanya dua ex-officio yang berasal dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI), serta tujuh dari independen.
Sementara itu, Wakil Komisi Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, menyatakan pihaknya mengusulkan untuk memperpanjang kembali pembahasan RUU OJK satu kali masa sidang, namun itu tergantung keputusan Badan Musyawarah dan Sidang Paripurna. Kemudian, Paripurna itu akan memutuskan apakah akan menerima usulan dari Panitia Khusus (Pansus) untuk memperpanjang atau menolak.
"Kalau tidak diperpanjang berarti RUU OJK ini akan dikembalikan ke pemerintah, artinya batal semuanya dan harus amendemen UU BI," tutur Harry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News