Reporter: Dea Chadiza Syafina |
JAKARTA. Sampai dengan Oktober lalu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menutup tiga bank perkreditan rakyat (BPR). Penutupan tersebut terkait masalah internal yang terjadi pada masing-masing bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon bilang, alasan di balik tidak baiknya penerapan good corporate governance (GCG) di BPR umumnya dikarenakan terlalu banyak keterlibatan pemilik dalam kepengurusan bank tersebut. Karena itu, menurut Nelson, perlu adanya pembenahan dari campur tangan pemilik bank dalam industri perbankan.
"Dulu sebelumnya di perbankan umum juga terjadi dan dibenahi. Harus dibenahi dulu campur tangan pemilik yang terlalu banyak dalam industri. Kami akan coba tingkatkan profesionalisme pengelola BPR," ujar Nelson di Jakarta, Selasa (19/11).
Peningkatan profesionalitas pengelolaan BPR ini, kata Nelson dilakukan dengan cara sertifikasi. Selain itu dilakukan dialog dengan otoritas seperti Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo).
Meski begitu, OJK tidak akan merampingkan jumlah BPR. Sebab, OJK tidak mengatur regulasi mengenai hal tersebut. Pihaknya hanya akan mengatur dari sisi persuasi saja, yaitu BPR yang memiliki modal terlalu minim akan diimbau oleh OJK untuk mencari tambahan modal.
"Modalnya bisa berasal dari investor baru atau melakukan merger dengan yang BPR lain. Tapi memang faktor modal jadi faktor penting perkembangan BPR," ujar Nelson.
Selain itu, OJK akan melakukan pengawasan terhadap BPR, berupa penguatan regulasi dan juga pengetatan pengawasan. "Kami akan mendorong agar BPR lebih governance, bagaimana kelola industri lebih baik, aturan prudent diikuti lebih baik, kemudian akan kami coba bagaimana BPR diperkuat permodalannya. Sehingga tidak ada lagi kejadian penutupan BPR," jelas Nelson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News