Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai mata uang garuda menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini turut memberikan dampak bagi perusahaan pembiayaan. Bila rupiah naik atau turun maka perusahaan pembiayaan wajib melakukan lindung nilai atau hedging agar tidak merugi.
Kewajiban melakukan hendging saat menerima pinjaman dalam valuta asing diatur dalam pasal 47 peraturan OJK nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menjamin semua perusahaan multifinance sudah melakukan hedging secara otomatis.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan menyebut terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan saat perusahaan multifinance melirik pendanaan dari luar negeri dengan mata uang valuta asing (valas).
Pertama terkait kebutuhan dana valas sesuai dengan strategi bisnis yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Bila perusahaan tersebut tidak membutuhkan pendanaan valas saat kurs rupiah menguat, maka Ia tidak akan mengambil pendanaan dari luar negeri.
“Proyeksi tingkat penyaluran serta harga atau pricing pinjaman valas. Jadi, turun naiknya tren (pinjaman valas) itu umumnya tergantung tiga variabel itu. Plus kondisi pasar industri multifinance sendiri,” kata Bambang kepada Kontan.co.id, Senin (15/7).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pendanaan multifinance yang diperoleh dari luar negeri tercatat sebesar Rp 105,44 triliun. Nilai ini tumbuh 16,11% year on year (yoy) dari posisi Mei 2018 sebesar Rp 90,81 triliun. Adapun pinjaman yang diperoleh dari Bank Asing tumbuh 17,53% yoy dari Rp 76,91 triliun menjadi Rp 90,40 triliun pada lima bulan pertama 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News