kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Orang kaya tetap mendominasi simpanan


Rabu, 05 Februari 2014 / 07:29 WIB
Orang kaya tetap mendominasi simpanan
ILUSTRASI. Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/9/2022). Analis Beri Rekomendasi Teknikal Saham BMRI, AKRA, dan SRTG untuk Perdagangan Kamis (15/9). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dessy Rosalina

JAKARTA. Orang berkantong tebal masih mendominasi akses industri perbankan di Tanah Air. Kesimpulan ini sejalan dengan penggerak perekonomian Indonesia yang masih terpusat di kawasan Jabodetabek.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, per November 2013, rekening milik nasabah dengan nilai simpanan di atas Rp 2 miliar sebanyak 174.214 rekening. Jumlah ini setara 0,12% dari total rekening perbankan nasional yang mencapai 140,51 juta rekening.

Yang mencengangkan, jumlah minoritas itu justru menguasai nilai simpanan perbankan, yakni Rp 1.966,50 triliun. Angka ini setara 54,36% dari total simpanan yang senilai Rp 3.617,85 triliun. "Secara tak langsung, ini menunjukkan bank kita masih didominasi nasabah besar, baik individu maupun korporasi," kata pengamat perbankan David Sumual, belum lama ini.

Dia berpendapat, industri perbankan tak bisa dipersalahkan jika selama ini financial inclusion belum maksimal. Nasabah besar masih mendominasi akses perbankan. Kondisi ini tak lepas dari disparitas ekonomi antar wilayah yang belum teratasi.
Dalam mengembangkan bisnisnya, perbankan secara umum hanya mengikuti perkembangan kegiatan ekonomi di suatu daerah.

Jika kegiatan ekonomi di daerah itu semakin ramai dan maju, bank berpotensi masuk dan membuka kantor cabang baru.
Demikian pula sebaliknya. "Faktanya peredaran uang dan kegiatan ekonomi terbanyak masih di Jawa, khususnya Jabodetabek," terang David. Wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan turut menyulitkan bank menyentuh masyarakat yang tinggal di pelosok.

Meski sudah ada inovasi layanan perbankan tanpa kantor, persoalan tetap sulit teratasi secara optimal, selama pemerintah tak bisa menyelesaikan akar masalahnya. Dalam penguatan financial inclusion, tak bisa hanya mengandalkan pelaku jasa keuangan seperti bank. Regulator atau pemerintah sepatutnya berinisiatif turun tangan.

Pemerintah harus mengatasi disparitas ekonomi antardaerah. Pemerintah harus menekankan pembangunan infrastruktur secara merata. "Jika kegiatan ekonomi mulai ramai dan menyebar ke daerah lain, saya kira bank secara alami akan mengikuti penyebaran operasionalnya," ungkap David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×