Reporter: Hendra Gunawan, Dian Pitaloka Saraswati, Farrel Dewantara, Raymond Reynaldi, | Editor: Imanuel Alexander
Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Tak heran jika dalam beberapa tahun terakhir ini banyak pihak atau organisasi yang membentuk lembaga penerima zakat untuk menampung sekaligus menyalurkan dana-dana itu.
Masyhuri Malik, Ketua Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama (Lazis NU), bilang, banyak amil zakat yang tak terlembaga, namun beredar di masyarakat. Jumlahnya mencapai ribuan. “Mungkin juga tokoh agama yang bikin dan dia memiliki banyak fans, jadi muzaki (pemberi zakat) berzakat melalui dia,” katanya.
Masalahnya, jika berzakat melalui lembaga yang tak resmi itu, para muzaki bakal kesulitan memantau penyaluran dana zakat ke masyarakat. Berbeda jika berzakat melalui lembaga amil zakat (LAZ) yang terdaftar di Kementerian Agama. LAZ diwajibkan memberikan laporan kinerja dan diaudit oleh lembaga independen.
Nur Effendi, Chief Executive Officer (CEO) Rumah Zakat, berharap, pemerintah bersama-sama dengan LAZ mau berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat. Salah satu caranya membuat laporan setiap bulan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada muzaki.
Di sisi lain, bermunculannya LAZ membuat persaingan di antara lembaga tersebut dalam menghimpun dana zakat semakin ketat. Meski semua lembaga itu bertujuan baik, tentu diperlukan koordinasi yang rapi demi kelancaran proses penjaringan dana sedekah umat hingga penyaluran dana itu dalam bentuk berbagai program sosial.
Berdasarkan data Kementerian Agama, saat ini ada sekitar 19 LAZ yang ditunjuk sebagai pengumpul zakat resmi. Berikut ini profil beberapa lembaga itu.
Lazis NU
Lembaga ini sudah berdiri sejak 2004 di Solo. Sebelum berdiri, pengumpulan zakat telah dilakukan cabang-cabang Nahdhatul Ulama yang berada di daerah melalui tokoh-tokoh organisasi keagamaan itu.
Sejak 2006 pengelolaannya masih konvensional dan pasif, artinya menunggu zakat-zakat masuk ke kantor Lazis NU. Tapi sekarang Lazis NU sudah proaktif menjemput zakat ke muzaki yang bukan hanya berasal dari warga NU. Tahun 2010, Lazis NU mulai merekrut staf hingga direktur eksekutif. Tujuannya agar lebih transparan, memiliki akuntabilitas dan program jelas.
Hasilnya, sampai akhir 2011, zakat yang masuk ke Lazis NU mencapai Rp 5,6 miliar. Jumlahnya melonjak tajam dari tahun sebelumnya yang baru sekitar Rp 1,4 milliar. Dana itu juga berasal dari hasil pengelolaan dana seperti dari bagi hasil syariah dan bunga bank.
Dompet Dhuafa
Yayasan Dompet Dhuafa Republika berdiri tahun 1993, dan resmi menjadi LAZ di 2001. Menurut Muhammad Sabeth Abilawa, Sekretaris Perusahaan Dompet Dhuafa, mereka berhasil menghimpun dana Rp 188,6 miliar pada 2011. Selain dari zakat, dana tersebut berasal dari infak, sedekah, dan lainnya. “Kontribusi zakat lebih dari 60% dari total perolehan dana,” katanya.
Besarnya dana pengumpulan tersebut karena Dompet Dhuafa memiliki jaringan luas. Saat ini, mereka memiliki 14 kantor cabang di seluruh Indonesia dan berencana membuka cabang lagi di beberapa kota lain. “Kami juga punya outlet di sejumlah mal,” katanya.
Selain di dalam negeri, Dompet Dhuafa punya cabang di luar negeri. Yaitu di Hong Kong, Jepang, dan Australia. Rencananya, mereka akan membuka satu lagi kantor perwakilan di New York, Amerika Serikat, pada akhir tahun ini.
Menurut Sabeth, meski potensi perolehan zakat di luar negeri cukup besar, realisasinya masih belum maksimal. Contohnya di Hong Kong, dana zakat yang terkumpul tahun lalu sekitar Rp 3 miliar. Maklum, tidak semua TKI membayar zakatnya melalui Dompet Dhuafa. Selain itu, banyak TKI yang nonmuslim.
Tapi secara total, pertumbuhan dana yang masuk sekitar 30% per tahun. Sedangkan jumlah muzaki yang selalu membayar zakat melalui seluruh cabang Dompet Dhuafa saat ini sekitar 64.000 orang. “Yang tidak tetap juga banyak,” kata Sabeth.
Rumah Zakat
Lembaga yang resmi menjadi LAZ tahun 2007 ini, mampu menghimpun zakat, infak, sedekah dan lainnya hingga Rp 145,8 miliar pada tahun lalu. Menurut Chief Executive Officer (CEO) Rumah Zakat, Nur Effendi, mereka memiliki tiga segmen muzaki. Yaitu segmen ritel alias perorangan, segmen komunitas, dan segmen korporasi. Dari ketiga segmen itu, segmen ritel masih menjadi penyumbang terbesar yakni 82%. “Pertumbuhan muzaki di segmen ritel juga lebih besar setiap tahunnya, yakni sampai 34%,” kata dia.
Effendi menambahkan, kesuksesan Rumah Zakat menghimpun dana hingga miliaran rupiah lantaran memiliki jaringan yang cukup luas. Yakni, terdiri atas 44 kantor cabang dan kantor kas yang tersebar di 34 kota yang berada di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Lazis MU
Lazis MU (Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah) didirikan Muhammadiyah pada 2002. Operasional Lazis MU didukung oleh Jaringan Multi Lini, yakni sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh provinsi (berbasis kabupaten/kota). Alhasil, penghimpunan dana maupun program-program pendayagunaan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Pada tahun lalu, Lazis MU mampu mengumpulkan dana sebesar Rp 28 miliar. “Pengumpulan itu berasal dari delapan cabang yang kami miliki,” ujar M. Khoirul Mttaqin, Vice President Director Lazis MU.
Ia memperkirakan, dana yang terkumpul tahun ini lebih besar mencapai Rp 80 miliar. Asumsi tersebut didukung oleh rencana Lazis MU yang akan membuka 100 cabang baru.
Penambahan cabang tentu dapat menjaring banyak muzaki. “Saat ini muzaki kami baru 2.000-an orang,” katanya.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 47 XVI 2012, Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News