Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan ramai-ramai batasi pendanaan ke sektor batubara, dan perlahan mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan guna mewujudkan ekonomi hijau.
Hal ini sesuai dengan regulasi pemerintah, termasuk taksonomi hijau yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022. Dalam aturan itu, bank-bank diharapkan membiayai sektor-sektor ekonomi atau lapangan usaha yang ramah lingkungan.
Seperti PT Bank Central Asia (BBCA) yang sudah mulai memangkas pendanaan ke sektor batubara. Komposisi kredit BCA untuk sektor batu bara sangat kecil. Per Juni 2023, porsi kredit batubara hanya sebesar 0,4% dari total kredit yang disalurkan BCA dan tidak mengalami kenaikan yang berarti.
"Dalam pemberian kredit kepada sektor industri berisiko tinggi, BCA memiliki prosedur mitigasi risiko yang ketat, di antaranya adalah kebijakan pembiayaan batu bara. Melalui kebijakan ini, BCA mengintegrasikan evaluasi risiko lingkungan dan sosial secara bertahap serta mengarahkan pada rantai bisnis yang berwawasan lingkungan," ungkap Executive Vice President BCA Hera F Haryn kepada kontan.co.id, Selasa (26/9).
Baca Juga: OJK Setujui Pengangkatan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris BSI
Di sisi lain, pihaknya terus mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan (sustainable finance). Penyaluran kredit ke sektor-sektor berkelanjutan naik 6,9% YoY mencapai Rp 181 triliun di Juni 2023, berkontribusi hingga 24,3% terhadap total portofolio pembiayaan BCA.
Pembiayaan berkelanjutan BCA salah satunya mengalir ke sektor energi terbarukan, dengan total kapasitas energi yang dihasilkan mencapai 210 MW, yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), hingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Ke depan, menurut Hera prospek kredit berkelanjutan BCA cukup baik dan masih banyak peluang pembiayaan ke sektor-sektor berkelanjutan.
"BCA tidak membidik sektor tertentu, namun membuka kesempatan untuk pembiayaan ke seluruh sektor berkelanjutan," kata Hera.
Direktur Wholesale Banking PT Bank UOB Indonesia Harapman Kasan juga mengungkapkan, bahwa perseroan berkomitmen untuk mengurangi pembiayaan terhadap sektor batubara sejalan dengan program pemerintah terkait aturan Taksonomi Hijau.
"Karena kita juga harus mensukseskan program pemerintah net zero di 2060. Untuk sektor batubara ini kami hanya me-maintain apa yang ada, tentunya kami menggiring nasabah kami untuk diversifikasi kepada renewable energy. Pada akhirnya batubara ini saya rasa akan secara gradually menurun nantinya," ujar Harapman.
Baca Juga: BRI Ikut Serta Dalam Transaksi Perdagangan Perdana Bursa Karbon
Seiring dengan hal tersebut, Harapman optimistis pembiayaan UOB Indonesia ke green financing dapat tumbuh lebih dari 5% yoy pada tahun ini, seiring dengan peningkatan kredit korporasi perseroan.
Belum lama ini Head of Banking, Capital Markets and Advisory Citi Indonesia Anthonius Sehonamin juga menyatakan, bahwa pihaknya akan melakukan pengurangan pendanaan ke sektor batu bara. Langkah ini diakukan perseroan dalam rangka mendukung pencapaian target program pemerintah ke sektor Environment, Social, dan Governance (ESG).
Walau begitu, kata Anthonius hal tersebut tidak serta merta dilakukan perseroan secara sekaligus. Pasalnya, untuk saat ini batu bara tetap dibutuhkan setidaknya 10 hingga 30 tahun lagi sebagai sumber daya listrik.