kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,03   -19,46   -2.11%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Polisi tahan petinggi empat multifinance


Kamis, 11 April 2013 / 08:58 WIB
Polisi tahan petinggi empat multifinance
ILUSTRASI. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani di gedung Kadin, Selasa (19/11/2019). Kontan/Lidya Yuniartha


Reporter: Mona Tobing | Editor: Roy Franedya


JAKARTA. Industri multifinance merasa resah dengan penerapan aturan fidusia. Perjanjian fidusia, yang seharusnya melindungi kepentingan kreditur, justru jadi petaka.

Lihat saja, Kepolisian Daerah (Polda) Yogyakarta menahan empat pimpinan multifinance setempat sejak akhir Maret 2013. Mereka dituding menarik biaya fidusia, tapi tidak mendaftarkan izin tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemkum HAM).

Menurut sumber KONTAN yang mengetahui permasalahan ini, empat multifinance tersebut adalah Suzuki Finance Indonesia (Suzuki Finance), Arthaasia Finance (Asia Finance), Finansia Multi Finance (Kredit Plus) dan Al Ijarah Indonesia Finance (Alif Finance).

Penahanan bermula dari operasi Pundi Progo 2012. Kepolisian Yogyakarta menemukan ada multifinance yang menarik biaya fidusia, tapi tidak mendaftarkan ke Kemkum HAM. Tak hanya memeriksa, Polda Yogyakarta juga menggeledah kantor cabang multifinance.

Sejatinya, Polda Yogyakarta memeriksa 18 multifinance. Namun, yang dianggap bermasalah empat perusahaan. "Dokumen-dokumen konsumen kami juga disita dan diperiksa. Mereka bertanya untuk apa saja biaya administrasi yang ditarik ke konsumen," kata sumber KONTAN.

Dalam menindak multifinance, polda mengecek pelat nomor kendaraan yang baru dikeluarkan, lalu memverifikasi nomor tersebut ke kantor Kemkum HAM. Dari sini, polisi menemukan, jumlah pelat nomor yang diterbitkan Polda DIY tidak sama dengan jumlah motor yang difidusiakan.

Sumber KONTAN yang lain, dan juga aktif di Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), mengatakan, masalah ini muncul akibat kekeliruan aparat penegak hukum memahami Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 130/PMK 010/2012 yang mengacu pada Undang-Undang No 42/1999 tentang Jaminan Fidusia.

Beleid tersebut menegaskan, industri pembiayaan tidak wajib membuat perjanjian fidusia. Lantaran bukan kewajiban, laporan yang disampaikan multifinance ke Kemkum HAM hanya kredit yang difidusiakan.

Sementara polisi menyimpulkan, semua kredit kendaraan harus ada perjanjian fidusia dan wajib dilaporkan ke Kemkum HAM. Ketika polisi menemukan kredit kendaraan tidak ada perjanjian fidusianya, polisi langsung menyimpulkan multifinance melanggar peraturan. "Padahal kami sudah menjelaskan ke kepolisian, sesuai PMK, fidusia tidak wajib," jelasnya.

Suwandi Wiratno, Ketua Harian APPI, berharap kejadian ini tidak terulang lagi di daerah lain. "Tanggungjawab OJK beserta Kepolisian daerah dan Kemkum HAM untuk sosialisasi kepada aparat di daerah," kata Suwandi

Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, mengaku sudah berkoordinasi dengan Kapolda Yogyakarta terkait kejadian ini. "Kami sudah tahu duduk persoalannya. Sudah kami surati bahwa, ketentuan PMK Fidusia merupakan pilihan," terang Dumoly kemarin (10/4). Dumoly tak mau berspekulasi lebih jauh tentang dibalik penahanan itu.

Hingga berita ini naik cetak, KONTAN sudah berupaya menghubungi manajemen empat perusahaan pembiayaan yang bermasalah itu. Namun tak ada satupun yang memberikan keterangan. "Saya sedang di Makassar, tidak tahu masalahnya seperti apa," kata Efrinal Sinaga, Direktur Al-Ijarah. Sementara Peter Halim, Direktur Kredit Plus, tidak memberikan jawaban.2013-04-10

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×