Reporter: Roy Franedya, Nurul Kolbi | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Keinginan RHB Capital meminang Bank Mestika Dharma tak pernah surut. Kendati Bank Indonesia (BI) pernah mengembalikan proposal akuisisinya pada pertengahan 2011 lalu, institusi keuangan asal Malaysia itu masih tetap melakukan pendekatan. Beberapa waktu lalu, RHB kembali berkomunikasi dengan BI untuk menanyakan nasib akuisisi itu.
RHB dan Bank Mestika membutuhkan penegasan bank sentral karena hal itu menyangkut nasib perjanjian antara keduanya. Maklum, nota kesepahaman jual beli dengan Bank Mestika akan berakhir pada Juni 2012. Jika sampai tenggat itu tak kunjung ada kejelasan, RHB dan Bank Mestika bisa kehilangan kesempatan.
Mungkin saja, Bank Mestika akan memulai pembicaraan dengan pihak lain. Atau, RHB mundur total lantaran merasa sudah capek mengurus perizinan ke regulator. "Hingga saat ini, BI belum memberikan respons terhadap permintaan kami," ujar Direktur Pelaksana RHB Capital, Kellee Kam, kepada KONTAN melalui surat elektronik (email), Jumat (13/4). Asal tahu saja, sejak mengumumkan pembelian, RHB sudah sekali memperpanjang nota perjanjian, yakni pada penghujung 2010 silam.
Kellee menambahkan, RHB Capital memasukkan lagi proposal akuisisi pada Desember 2011 lalu mengikuti arahan dan permintaan BI. RHB Capital menargetkan, izin BI akan keluar pada Juni 2012 dan akuisisi akan rampung pada kuartal III-2012. "Kami sedang menanti instruksi BI mengenai kepemilikan saham yang boleh kami ambil," ujarnya. Ia enggan mengomentari proses transaksi DBS Holdings terhadap Danamon.
Sekadar mengingatkan, RHB menyiapkan dana sekitar Rp 3,3 triliun untuk membeli Bank Mestika. Menurut rencana, RHB akan membawa Bank Mestika berekspansi ke sektor bisnis syariah dan masuk ke kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Semua proses ini buyar, setelah BI memutuskan menunda akuisisi hingga aturan kepemilikan bank terbit.
Bank Ina Perdana juga meminta BI segera memproses akuisisi oleh Affin Bank. Sebab, penundaan akuisisi akan menyebabkan pertumbuhan bank tersebut terhambat. "Bank ini membutuhkan suntikan modal untuk bisa menjadi bank yang lebih kuat. Manajemen dan Investor Ina Perdana sudah pernah bertemu dengan BI pertengahan Maret 2012 tetapi jawaban yang diberikan BI masih mengambang," ujar sumber KONTAN.
Sumber itu melanjutkan, pada pertemuan itu, BI diwakili oleh Mahmud Aksin, Plt Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, yang kini menjabat BI wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua.
Sebelum bertemu Mahmud, si calon investor sudah menyurati Dewan Gubernur BI. Tapi, jawabannya tetap tidak jelas, kendati investor bersedia mengulang proses dari awal. "Padahal, jika BI minta mereka memproses akuisisi dari awal, mereka akan mengikuti. Si investor masih berkomitmen berinvestasi di Indonesia," katanya. Informasi saja, Affin menyiapkan dana sebesar RM 138 juta atau sekitar Rp 390 miliar untuk menguasai 80% saham Ina.
Bank lain yang juga gagal melepaskan kepemilikan mayoritasnya adalah Bank Maspion. China Construction Bank (CCB), calon pemodal, malah langsung mundur begitu BI mengirimkan surat pemberitahuan penundaan akuisisi. Herman Halim, Direktur Utama Bank Maspion, pernah mengatakan, proses akuisisi sudah mendekati tahap akhir. Maspion dan CCB sudah menyepakati harga, skema transaksi, dan rencana pengembangan usaha
Pemilik ketiga bank ingin melepas kepemilikan mereka karena membutuhkan mitra strategis. Tanpa dana melimpah, mereka sulit berkembang. Kini, mereka tumbuh apa adanya, menyesuaikan dengan kemampuan modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News