kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sepekan Peluang Usaha: Es serut buat Jezzi


Sabtu, 11 April 2015 / 10:00 WIB
Sepekan Peluang Usaha: Es serut buat Jezzi
ILUSTRASI. Gedung kantor pusat Kementerian Keuangan di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Akhir-akhir ini udara terasa panas. Terkadang kita sampai berpeluh dan harus kipas-kipas. Dalam kondisi seperti ini enaknya kita minum yang dingin. Tapi, di mana kita bisa mendapatkan minuman dingin. Eit, enggak usah bingung, kontan.coid sudah menyediakan minuman pengusir gerah dan dahaga itu.

Nah, kita sikat saja Ice Story. Ini adalah es serut aneka rasa. Pokoknya dijamin dahaga dan panas akan hilang, yang ada cuma rasa enak. Adalah Quinala yang mengusung  merek Ice Story itu di Serpong, Tangerang.

Untuk mengembangkan usaha yang berdiri sejak tahun 2010 ini, wanita yang akrab disapa  Nala itu secara resmi menawarkan kemitraan awal tahun ini. Nala mengaku sudah memiliki tiga gerai milik pribadi dan 10 milik mitra.  Paket kemitraan yang ditawarkan: paket mini senilai Rp 8 juta dan paket besar Rp 15 juta. Fasilitas yang didapat satu unit booth, mesin ice crusher, galon untuk flavour sweet, cetakan es, speaker, slick es, flavour aneka rasa buah dan susu berbentuk seperti spidol besar.

"Bedanya untuk paket Rp 15 juta mesin es yang ada rodanya, sehingga mudah berpindah tempat," katanya. Nala membanderol harga es serut mulai Rp 1.500 hingga Rp 2.500. Mitra ditargetkan bisa menjual minimal 190  porsi dengan target omzet sebesar Rp 12,3 juta per bulan.

Belum juga hilang rasa hausnya, enggak usah malu, minum lagi. Kali ini kita akan menenggak Co-Co World Ice Blend.  Minuman ini juga mempunyai aneka rasa di antaranya, black phantom, choco dale, cola lemon, dark cino, double cho, funky purple, white rabbit, mango blast, dan pepermint.

Co-Co World Ice Blend resmi menawarkan kemitraan akhir tahun 2013. Kemitraan ini menyediakan empat paket investasi. Yakni, paket senilai Rp 4,9 juta, paket Rp 3,4 juta, paket Rp 950.000, dan paket senilai Rp 100.000. Paket Rp 4,9 juta dan Rp 3,4 juta mendapat fasilitas peralatan lengkap, seperti blender, stoples, wadah es, tempat bubuk, spanduk, pompa galon, stiker, dan bahan baku untuk 315 porsi. Bedanya, mitra yang memilih paket Rp 4,9 juta mendapatkan gerobak. Sementara itu, paket Rp 3,4 juta mendapat booth.

Wah, gerah dan dahaga sudah hilang. Tapi, kok seperti ada yang merayap di kaki. Kecoak, itu kecoak.... Eit, jangan lari. Itu bukan kecoak melainkan jangkrik.  Ini pasti jangkrik yang dibudidayakan Bambang Setiawan. Jangan memandang sebelah mata ya, dari jangkrik ini Bambang bisa mendapat omzet Rp 15 juta per hari. Itu belum termasuk dari penjualan telur jangkrik untuk pembibitan. Jika ditotal, Bambang bisa meraup omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Menggiurkan sekali.

Padahal, tahu enggak, ketika memulai usaha Bambang tidak memiliki pengalaman dan minim pengetahuan soal budidaya jangkrik. Namun, tekadnya kuat untuk membudidayakan jangkrik. Makanya, Bambang lantas  merintis usaha budidaya jangkrik tahun 2010 dengan mengusung bendera usaha Trust Jaya Jangkrik di bawah naungan CV Jaya Tani di Cirebon, Jawa Barat.

Saat itu, ia baru saja lulus dari Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB). Kendati bergelar sarjana teknik, tidak membuatnya malu ketika memutuskan menjadi peternak jangkrik. "Begitu lulus, saya langsung pulang kampung ke Cirebon dan buat usaha setelah beberapa bulan," kata Bambang.

Saat ini, Bambang memiliki lebih dari 65 orang karyawan. Ia juga  tercatat sebagai pembudidaya jangkrik terbesar se-Cirebon. Adapun kapasitas produksinya 200 kilogram (kg) jangkrik dan 8 kg telur jangkrik yang siap dibudidayakan. Dari usahanya ini, ia pun diganjar sejumlah penghargaan. Tahun lalu, Bambang dinobatkan menjadi pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2014 perwakilan Jawa Barat kategori bidang usaha industri, perdagangan, dan jasa.  

Kita tinggalkan Bambang dan jangkriknya. Kita mau belanja ikan asin ke Cilacap. Tapi, sebaiknya kita mematutkan diri dulu dengan pakaian yang layak untuk berpergian. Yuk, kita pakai batik.  Yang mau kita kenakan adalah batik sasirangan. Itu lo batik khas Banjarmasin. Dinamakan batik sasirangan karena batik ini dibuat di Kampung Sasirangan, Kalimantan Selatan.

Pionir yang membuka usaha batik sasirangan adalah Maskur dan sang istri, Lailani Lathifah. Mereka membangun usaha dari nol. Kini, lewat merek usaha Irma Sasirangan, Maskur mampu memproduksi ratusan lembar batik tradisional saban bulan. Dia memiliki rumah produksi dan galeri yang ramai dikunjungi turis maupun pembeli.

Saat ini Maskur memiliki sekitar 300 karyawan lepas dan 24 karyawan tetap yang membantunya memproduksi Batik Sasirangan setiap hari. Selain produk fesyen pakaian, Maskur juga melengkapi koleksi galerinya dengan berbagai produk mulai dari aksesori, dompet, bed cover, bantalan kursi, dan lainnya. Maskur membanderol harga koleksinya cukup beragam, mulai Rp 85.000 sampai dengan Rp 400.000 per lembar. Maskur mengaku bisa mengantongi omzet hingga ratusan juta rupiah. Sayangnya, dia enggan mengatakan porsi keuntungan bersih yang didapatkannya.

Eh, hamper ketinggalan, ada juga batik papua. Batik ini  banyak didominasi motif  burung cendrawasih dan rumah hanoi. Tidak ketinggalan juga motif gambar alat musik khas Papua, tifa, dan binatang seperti kadal dan buaya.

Salah satu pengusaha batik yang turut mempopulerkan batik Papua ini adalah Hananto Tedjobaskoro, pria asal Pekalongan, Jawa Tengah. Ia sudah melirik peluang bisnis batik Papua sejak tahun 1993. Meski bukan asli Papua, Hananto melihat peluangnya sangat besar karena pemainnya masih sedikit. Selama mengibarkan batik Papua, Hananto banyak membidik konsumen kelas menengah atas dan pasar mancanegara.

Saban bulan Hananto bisa memproduksi 500 pieces pakaian jadi dan lebih dari 10 kain batik tulis ukuran dua meter. Harganya dibanderol mulai Rp 250.000–Rp 2 juta per helain. Dalam sebulan,  Hananto bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta.


Celana jogger  dan Aditya

Waduh, batik sasirangan dan batik papua membikin penampilan kita beda. Lebih gaya. Tapi, bagus enggak ya, memadupadankan batik dengan celana jogger. Apa itu celana Jogger? Itu lo celana yang bentuknya seperti celana olahraga karena mengerucut di bagian bawah. Bila dilihat sekilas, jogger pants mirip dengan celana chino karena sama-sama memakai bahan bernama twill.

Nah, Abraham Nielsen adalah salah seorang produsen jogger pants asal Bandung. Menurut Abraham,  celana ini mulai diminati sejak akhir tahun lalu. "Tapi  lonjakan konsumen terjadi di akhir tahun 2014," katanya kepada KONTAN.

Sebelum booming, ia hanya memproduksi 300 celana setiap bulan. Belakangan, produksinya naik menjadi 800 pieces per bulan. Sistem penjualannya pre-order, sehingga konsumen harus memesan dan membayar dulu pesanan mereka. “Proses pengerjaannya satu minggu, jadi konsumen bisa mendapatkan barang setelah satu minggu membayar,” ujar Abraham.

Ia membanderol harga jogger pants Rp 130.000 untuk model stretch dan Rp 140.000 untuk yang tidak stretch. Dalam sebulan, ia bisa meraup omzet sampai Rp 91 juta dengan keuntungan hampir 40%. Sebelum celana model ini ngetren, ia hanya mengantongi omzet Rp 39 juta per bulan.

Sudah keren, ayo kita ke Cilacap. Kita mau ke sentra penjualan ikan asin di tepi Pantai Teluk Penyu, Kecamatan Cilacap Selatan, Jawa Tengah. Ini merupakan tempat wisata pantai di daerah tersebut. Memasuki daerah wisata Pantai Teluk Penyu ini, tampak berjejer kios-kios penjaja ikan asin yang terletak persis di dekat pintu masuk.

Begitu masuk ke area ini, aroma khas ikan asin langsung menyergap. Begitu mata menatap sekeliling langsung menangkap gantungan plastik yang berisi aneka macam ikan asin segar yang siap diolah di setiap kios. Di sini ada sekitar 60 kios. Capek deh kalau harus melihat semua ikan asin yang tergantung di tiap kios.

Sentra ini sudah ada sejak tahun 1970-an.  Salah satu pedagang ikan asin di sana, Kasmini,  mengaku bahwa ketika musim liburan omzet bisa mencapai Rp 2 juta per hari. Di luar momentum padat pengunjung, omzetnya hanya sekitar Rp 400.000 per hari. Jika dihitung, rata-rata omzet pedagang bisa mencapai Rp 12 juta per bulan di bulan-bulan biasa. Para pedagang lainnya pun mengaku rata-rata mampu menghasilkan omzet sebesar itu.

Sudah yuk kita langsung ke Surabaya. Aduh kenapa sih pergi terus? iyalah, kita harus pergi karena sudah rapi memakai batik  dan celana jogger. Oh, begitu, yuk mari.

Ternyata sentra tas di Jawa Timur bukan hanya terdapat di Tanggulangin, Sidoarjo. Di Surabaya, kawasan pusat produksi tas bisa dijumpai di Jalan Gadukan Baru, Morokrembangan, Surabaya. Lokasi sentra tas Gadukan ini berada sekitar Jalan Raya Gresik. Untuk sampai ke lokasi, dibutuhkan waktu sekitar 40 menit bila diakses melalui ruas Tol Waru.

Sebagai patokannya, ada banyak gapura berpagar yang bertuliskan Gadukan. Kampung Tas Gadukan ini diramaikan lebih dari 60 perajin. Mereka tersebar di RW IV, V, dan VI Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya

Sentra tas ini biasa disebut dengan Kampung Tas Gadukan. Mendapat predikat Kampung Tas, geliat para perajin tas di wilayah Gadukan ini sudah dimulai sejak 1975. Awalnya hanya ada tiga perajin tas di kampung ini. Seiring berjalannya waktu, jumlah perajin terus berambah. Kini tercatat ada pulihan warga menekuni usaha ini.

Ali Patkhan, salah seorang produsen tas mengatakan, awalnya tiga perajin tas itu bekerja bekerja di pabrik tas di Kapasan, Surabaya. Merasa mampu membuka usaha sendiri, mereka lalu memutuskan untuk memproduksi tas sendiri dengan memperkerjakan warga setempat. “Akhirnya banyak yang bisa dan karyawannya buka usaha satu per satu,” katanya pada KONTAN.

Ali Patkhan, salah satu perajin tas bilang, banyaknya pelaku usaha tas membuat suasana persaingan menjadi ketat. Menurutnya, sekarang banyak perajin yang takut desainnya dicontoh oleh perajin lainnya. Menurutnya, fenomena banting harga ini terjadi sejak pertengahan tahun 2014 lalu seiring makin sepinya permintaan pasar. Alhasil, omzet yang dikantongi perajin pun terus menyusut. “

Sekarang pakaian kita makin lengkap. Pakai batik dan celana jogger dipadu dengan tas dari Gadukan. Wuih, kayaknya penampilan kita makin cihui saja. Tapi,sepertinya kita harus menemui dulu Aditya Rahma. Soalnya, dari tadi kita sudah lihat-lihat tas di Gadukan, kita juga harus lihat tasnya Aditya. Tas itu diberi merek Niion. Sebuah merek tas berbahan nilon dengan warna-warna terang.

Usaha tas ini merupakan perwujudan dari mimpinya. Semangat untuk menjadi seorang entrepreneur inilah yang tertanam dalam diri Aditya Rahman sejak belia. Dia terinspirasi sang nenek yang memiliki butik di rumahnya. Lantaran itu, Adit memutuskan keluar dari pekerjaannya pada 2012 silam. Saat itu, dia bekerja sebagai desainer interior di Singapura.  Dengan modal Rp 20 juta, hasil tabungannya selama bekerja, Adit mulai merintis bisnis tas pada akhir 2012.

Selain tas, arsitek lulusan Universitas Parahyangan ini juga mengembangkan bisnis wedding conceptor, desain interior dan busana muslim. Dari semua usahanya ini omzet ratusan rupiah pun mengalir ke kantongnya saban bulan.


Jezzi dan bambu kuning

Sudah ya Adit, ditinggal dulu. Kita mau menemui Jezzi Setiawan. Ternyata inilah perempuan yang cantik parasnya cantik pula perbuatannya. Jangan ge-er ya Jezzi. Tapi, Jezzi memang baik, dia akan memberikan bantuan pada pelaku UKM yang kesulitan permodalan.

Akhir Maret lalu ia meluncurkan platform Gandengtangan.org. “Saya tertarik membuat ini karena melihat banyak teman-teman entrepreneur yang kesulitan akses pendanaan,” katanya. GandengTangan membantu menggalang dana pinjaman tanpa bunga melalui situs GandengTangan.org.

GandengTangan juga fokus membantu permodalan wirausaha sosial. Banyak pelaku wirausaha sosial ini bekerja diam-diam padahal membutuhkan bantuan. GandengTangan membuka kesempatan bagi setiap orang yang ingin berperan dengan meminjamkan dana mereka minimal Rp 50.000 dengan bunga 0%.

Dengan bunga 0%, GandengTangan mengaku tulus memberi pinjaman karena kreditur tidak dikenakan bunga apa pun. Sementara itu, pemberi pinjaman tidak mendapatkan imbalan. GandengTangan juga membantu mengkampanyekan ide dan gagasan yang dikembangkan oleh pelaku social entrepreneur. Tuh kan Jezzy memang moi. Selengkapnya.

Lelah juga kita jalan-jalan. Enaknya kita memandang tanaman hias biar sejuk di mata sejuk di hati. Nah, tuh ada tanaman bambu kuning. Kenapa disebut bambu kuning? Karena batangnya berwarna kuning gading, teksturnya halus, dan kontras dengan warna daunnya yang hijau terang.  Bambu kuning jika sudah berusia dewasa, panjang tanaman ini mencapai 3 meter (m)-5 meter dengan diameter 8 cm-10 cm.

Menurut Ahmad Natan, pembudidaya bambu kuning asal Bogor, Jawa Barat, tanaman ini sering dijadikan tanaman hias untuk keperluan seni dan kerajinan, dan peralatan dapur. Ahmad mengaku intens menanam bambu kuning selama empat tahun terakhir. Selain untuk kerajinan, belakangan ini bambu kuning banyak dipesan sebagai alternatif pilihan material pembangun rumah pengganti kayu.

Ahmad memiliki lahan seluas hampir 1.000 meter persegi (m²) yang ditanami tidak hanya bambu kuning tapi juga berbagai jenis bambu lain seperti bambu hijau dan berbagai tanaman hias lain. Lewat bendera Alamanda Landscape, Ahmad menjadi pemasok bambu kuning di sekitaran Jabodetabek.

Dia bilang, panen bambu kuning dilakukan setiap delapan bulan sekali. Saat panen, Ahmad bisa mendapatkan lebih dari 150 rumpun bambu. Satu rumpunnya terdiri dari 12 batang sampai 15 batang bambu. Harga jual berkisar Rp 120.000 hingga Rp 200.000 per satu rumpun yang terdiri dari delapan batang bambu. Ahmad memanen aneka jenis bambu yang dibudidayakan secara bergantian. Setiap bulan dia mengaku bisa menghasilkan omzet hingga Rp 30 juta. Wah, Ahmad, jadi ngiri.

Sepertinya rasa lelah kita sudah sampai puncak, jadi mari kita pakai jaket biar enggak kedinginan. Walah. Kita sudahi dulu perjumpaan kita. Selamat berakhir pekan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×