Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera meneken perjanjian dua negara atawa bilateral agreement dengan Bank Negara Malaysia (BNM). Penandatanganan bilateral agreement ini merupakan tindak lanjut dari memorandum of understanding (MoU) yang dilakukan antara Bank Indonesia, OJK dan Bank Negara Malaysia (BNM) pada 31 Desember 2014 kemarin.
Bilateral agreement ini adalah bagian dari pelaksanaan Asean Banking Integration Framework (ABIF) sekaligus pintu masuk ekspansi perbankan asal Indonesia ke negeri jiran. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmansyah Hadad mengungkapkan, ada dua hal yang akan disepakati dalam bilateral agreement tersebut.
Pertama, mengenai koordinasi home and host supervision. Kedua, follow up terkait dengan ABIF dan kemudahan-kemudahan bagi perbankan Indonesia yang akan membuka kantor cabang di Malaysia. "Mudah-mudahan September ini sudah bisa selesai untuk bilateral agreement dengan Malaysia," kata Muliaman kepada KONTAN, Senin (27/7).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Internasional OJK, Triyono menuturkan bahwa bilateral agreement yang akan ditandatangani pada September mendatang ini akan diterjemahkan menjadi schedule of commitment yang selanjutnya akan diratifikasi dan kemudian diberlakukan. Dengan demikian, ABIF akan bisa berjalan sehingga bank-bank asal Indonesia bisa membuka kantor cabang di Malaysia.
Triyono menyebut, poin-poin bilateral agreement seperti besaran modal yang diperlukan bagi bank asal Indonesia untuk membuka kantor cabang di Malaysia sudah disepakati. Tidak adanya batasan untuk membuka gerai ATM juga telah disepakati.
"Untuk membuka cabang, jaringan ATM dan permodalan yang diperlukan sudah tidak ada masalah. Hanya saja, yang masih menjadi ganjalan sampai saat ini adalah biaya untuk melakukan transaksi pembayaran," kata Triyono.
Ia menjelaskan, Bank Negara Malaysia (BNM) masih mengenakan tarif transaksi pembayaran kepada bank asal Indonesia dengan besaran tarif bank asing. Sejatinya, dengan disepakatinya bilateral agreement, maka bank asal Indonesia diperlakukan sama seperti bank lokal Malaysia.
Menurut Triyono, poin kesepakatan mengenai besaran tarif transaksi pembayaran hingga saat ini masih diperjuangkan oleh OJK. OJK menginginkan, perbankan asal Indonesia yang masuk kategori qualified asean bank boleh menjadi bank lokal sehingga tidak ada perlakuan pembatasan seperti biaya untuk melakukan transaksi pembayaran.
"Tapi hal ini sampai sekarang masih dibedakan oleh ketentuan Bank Negara Malaysia dengan perlakuan sebagai bank asing. Ini poin yang sedang kami perjuangkan di bilateral agreement," jelasnya.
Lebih lanjut Triyono menyebutkan bahwa bank asal Malaysia yang telah berpraktik di Indonesia berjumlah dua bank, yaitu CIMB Niaga dan BII Maybank. Sedangkan Maybank Syariah akan menjadi satu grup dengan BII Maybank. Dengan disepakatinya bilateral agreement dengan BNM nanti, maka OJK akan membuka kesempatan bagi satu bank lagi asal Malaysia untuk membuka kantor cabang di Indonesia.
"Kami memberikan tiga kesempatan, sehingga bisa ada satu bank Malaysia lagi untuk buka di Indonesia. Kemungkinan akan ada dua bank asal Indonesia yang akan buka di Malaysia," ucap Triyono.
Sementara mengenai besaran modal yang diperlukan bagi bank asal Indonesia untuk membuka kantor cabang di Malaysia dibutuhkan dana sebesar RM 300 juta. Namun, kata Triyono, dana yang setara dengan Rp 1,05 triliun dengan nilai tukar sebesar Rp 3.530 per ringgit Malaysia tersebut bisa dicicil selama lima tahun.
"Tapi kalau dalam jangka waktu lima tahun belum bagus prospeknya maka bisa diperpanjang. Itu salah satu poin kesepakatannya," ujar Triyono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News