kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Walau nasabah mulai pindah ke produk investasi, bisnis wealth management tetap tumbuh


Selasa, 31 Agustus 2021 / 06:46 WIB
Walau nasabah mulai pindah ke produk investasi, bisnis wealth management tetap tumbuh
ILUSTRASI. BNI Emerald Lounge


Reporter: Amanda Christabel | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bisnis wealth management perbankan masih terkerek, meskipun di semester I-2021 nasabah mencari return lebih tinggi di produk investasi, sehingga sejumlah dana di deposito beralih.

Di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya, dengan rendahnya suku bunga menyebabkan sebagian nasabah BNI mencari alternatif investasi lain yang bisa memberikan return lebih tinggi.

“Hal ini terlihat dengan adanya penurunan portofolio deposito sebesar 8% year on year (yoy) dan peningkatan portofolio investasi sebesar 24% yoy per Juni 2021. Sementara portfolio tabungan tidak terpengaruh dengan rendahnya suku bunga, hal ini terlihat dari pertumbuhan portfolio tabungan sebesar 17% yoy untuk periode yang sama,” ujar General Manager Divisi Wealth Management BNI, Henny Eugenia kepada Kontan.co.id, Senin (30/8).

Untuk proyeksi di semester II 2021, Henny memperkirakan tren nasabah yang beralih ke produk investasi masih akan berlangsung. Dirinya bilang, hal ini terlihat dari minat yang tinggi terhadap produk SR015 yang sedang dalam masa penawaran.

Baca Juga: Dana kelolaan wealth management BCA tumbuh 45% per Juni 2021

Terkait realisasi bisnis wealth management di BNI, Henny bilang pertumbuhan dana kelolaan BNI Emerald berada di level 7% yoy, dan pertumbuhan jumlah nasabahnya sebesar 9% yoy per Juni 2021. 

Sementara itu, fee based income dari produk investasi di semester I 2021 tumbuh dua kali lipat dibandingkan semester I 2020.

“Dana kelolaan terbesar BNI Emerald masih di tabungan, didorong dengan kemudahan bertransaksi melalui mobile banking BNI yang baru saja kami upgrade untuk meningkatkan user experience, termasuk salah satunya adalah fitur pembelian produk reksadana dan obligasi ritel,” ujar Henny.

Henny juga menjelaskan, nasabah Emerald perlahan sudah mulai beralih ke produk investasi, baik reksadana maupun obligasi pemerintah. 

“Terutama nasabah yang sudah mulai mengerti produk investasi. Walaupun secara keseluruhan masih banyak nasabah Emerald, terutama di luar Jakarta yang dominan di deposito sebagai liquid asset mereka,” jelasnya.

Setali tiga uang, PT Bank Commonwealth juga mengakui para nasabah memilih untuk menyimpan dananya pada produk investasi yang menawarkan imbal hasil yang lebih menarik. Hal ini seiring dengan likuiditas yang cukup tinggi dan suku bunga acuan yang berada di level rendah, tingkat suku bunga deposito juga mengikuti turunnya suku bunga acuan.

“Diperkirakan kondisi suku bunga simpanan landai ini masih akan bertahan hingga akhir tahun. Sejauh ini belum ada tanda-tanda perubahan suku bunga acuan yang lebih tinggi, sementara likuiditas di perbankan juga masih berlimpah dan belum ada urgensi untuk menaikkan suku bunga simpanan bank untuk saat ini,” ujar Chief of Retail & SME Business Commonwealth Bank, Ivan Jaya, Senin (30/8).

Di Bank Commonwealth, walaupun asset under management (AUM) naik, tetapi secara transaksi masih belum seaktif sebelum-sebelumnya. Ivan bilang hal ini bisa dimaklumi lantaran para nasabah masih menunggu perkembangan membaiknya situasi pandemi, dan berita mengenai tapering oleh bank sentral Amerika Serikat yang berpengaruh bagi pasar Tanah Air.

Dana kelolaan wealth management di Bank Commonwealth pada akhir Juli 2021 tercatat tumbuh antara 7%-10% dari posisi akhir Desember 2020 atau secara year to date (ytd).

“Kami berharap pertumbuhan dana kelolaan di paruh kedua tahun ini bisa lebih tinggi lagi, namun dibarengi dengan aktivitas para nasabah untuk bertransaksi seiring dengan katalis-katalis positif seperti tingkat vaksinasi yang makin tinggi, tingkat kasus baru Covid-19 yang makin melandai, dan akan banyaknya IPO dari perusahaan-perusahaan teknologi yang merupakan new economy bagi pasar saham kita,” papar Ivan.

Baca Juga: Spread SR015 tinggi, Bank Commonwealth targetkan penjualan sebesar Rp 100 miliar

Dana kelolaan di Bank Commonwealth di aset obligasi mengalami pertumbuhan cukup signifikan lebih dari 30% ytd. Beberapa faktor pendukung dari pertumbuhan aset obligasi di Bank Commonwealth adalah new issuance dari obligasi pemerintah.

Tak cuma itu, hal ini juga karena adanya shifting di mana investor dari kelas aset lain mengalihkan asetnya ke instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil lebih menarik dan memiliki volatilitas lebih rendah seperti obligasi pemerintah.

“Saat ini nasabah premier banking kami memiliki kecenderungan untuk mulai aktif menginvestasikan dananya pada produk investasi seperti reksadana dan obligasi, ketimbang dalam bentuk deposito ataupun tabungan seiring dengan membaiknya kondisi pasar, baik dari penanganan Covid-19 di dalam negeri maupun berita tapering dari bank sentral Amerika Serikat yang dovish,” ujarnya.

Strategi Bank Commonwealth akan difokuskan untuk melayani wealth management secara digital melalui aplikasi CommBank SmartWealth, sehingga nasabah dapat mengakses seluruh instrumen investasinya dalam satu portofolio.

Selain itu, melalui aplikasi ini nasabah dapat mengakses rekomendasi portofolio yang sesuai dengan profil risiko nasabah melalui fitur Smart Advisory, dan bisa melakukan transaksi investasi, baik reksadana (untuk pembelian, penjualan, pengalihan, ataupun untuk pembelian secara berkala) maupun untuk pembelian obligasi ritel di pasar perdana.

Selanjutnya: BNI fokus jajakan SR015 melalui mobile banking dengan target Rp 1 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×