Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era bunga tinggi yang masih bertahan, bahkan dengan naiknya suku bunga acuan ke level 6,25% oleh Bank Indonesia (BI) berpotensi menaikkan bunga kredit bank, terutama di segmen kredit yang menggunakan skema bunga floating seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan berpengaruh pada kredit segmen Kendaraan Bermotor (KKB).
Namun perlu diketahui, kenaikan bunga floating KPR pada umumnya akan berdampak pada segmen KPR non Subsidi, mengingat KPR subsidi memiliki bunga tetap (fixed rate).
Kepala Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan transisi kenaikan suku bunga acuan BI tersebut diperkirakan juga akan terefleksi dengan kenaikan suku bunga kredit.
Sementara itu sektor-sektor yang akan terpengaruh oleh kenaikan suku bunga acuan ini adalah sektor-sektor yang mengandalkan pembiayaan perbankan kepada konsumennya seperti properti, kendaraan bermotor, multifinance.
Baca Juga: Suku Bunga Naik, Analis Jagokan Emiten Properti yang Bisnisnya Terdiversifikasi
Josua juga menyebut, transisi suku bunga BI terhadap suku bunga kredit perbankan akan terdapat lag time (waktu jeda) sekitar dua kuartal, sementara kenaikan biaya dana perbankan cenderung akan mulai terjadi pada semester II-2024.
Adapun untuk bunga kredit floating KPR pada pengajuan baru, tidak akan langsung naik.
"Mengingat penyesuaian suku bunga kredit KPR bagi debitur masih dalam masa grace period/fixed rate dalam satu sampai dua periode pertama," kata Josua kepada Kontan.
Meski begitu Josua menilai permintaan kredit di sektor KPR dan KKB masih akan tetap solid. Pasalnya penjualan dan investasi yang solid oleh perusahaan mendukung pertumbuhan kredit yang diperkirakan akan terus meningkat setelah pemilu, didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terjaga.
"Oleh sebab itu sekalipun kenaikan suku bunga acuan BI cenderung memiliki korelasi negatif dengan kinerja perbankan sejalan dengan kenaikan cost of fund, namun kinerja beberapa emiten perbankan secara umum cenderung tetap positif sejalan dengan profitabilitas yang solid," kata dia kepada Kontan.
Di sisi lain, para bankir ikut menanggapi potensi kenaikan bunga kredit di segmen KPR dan KKB sebagai dampak dari naiknya bunga acuan. Welly Yandoko, EVP Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tidak menampik adanya potensi kenaikan bunga kredit di industri bank seperti bunga floating KPR, namun tentunya juga tidak semudah itu untuk menaikkannya.
Welly menjelaskan, setidaknya banyak pertimbangkan yang perlu diperhitungkan terkait potensi kenaikan suku bunga floating KPR, yakni seperti kondisi persaingan pasar dan kondisi internal bank itu sendiri.
"Kondisi internal bank seperti tingkat likuiditas, rasio dana murah (CASA) serta tingkat rasio NPL juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan sebelum memutuskan kenaikan suku bunga KPR," kata Welly kepada Kontan.
Baca Juga: Bank BTN: Insentif KLM Mampu Perlonggar Likuiditas dan Dorong Kredit Sehat
Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut, Welly menyebut pihaknya tetap mengedapankan sikap hati-hati dalam mempertimbangkan setiap kenaikan suku bunga di BCA, sejalan dengan komitmen perseroan untuk memberikan suku bunga yang ringan kepada masyarakat untuk dapat memiliki rumah impiannya.
Lebih rinci, suku bunga floating KPR BCA yang berlaku saat ini adalah 11%. Welly menyebut suku bunga floating KPR BCA relatif ringan dan stabil, dan sudah berlaku lebih dari 10 tahun, bahkan meskipun tren suku bunga acuan naik pasca Covid, pihaknya tetap tidak menaikkan suku bunga floating KPR.
"Terkait dengan KKB, kami memiliki pertimbangan yang sama dengan strategi pricing KPR, dimana kenaikan suku bunga tidak hanya mengacu pada suku bunga acuan, tetapi dengan mempertimbangkan kondisi kompetisi di pasar dan kondisi internal BCA," jelasnya.
Sejalan dengan itu, Welly menilai dengan rumah sebagai kebutuhan primer, dan backlog yang masih cukup besar yaitu sebesar 12,7 juta, BCA yakin bahwa permintaan akan tetap terjaga meski dalam kondisi naiknya suku bunga acuan.
"BCA selalu memberikan solusi pembiayaan yang menjawab kebutuhan masyarakat, seperti KPR BCA yang menawarkan konsep toserba dimana tersedia berbagai pilihan suku bunga yang ringan dan nasabah dapat memilih sesuai dengan kebutuhannya," kata Welly.
Sementara itu sebagai bank yang fokus menggarap bisnis perumahan, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga punya potensi untuk menaikkan bunga kredit KPR non subsidi, namun hal ini memiliki banyak pertimbangan.
Sebelumnya Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan kenaikan suku bunga acuan tidak akan langsung berdampak pada kenaikan bunga kredit bank. Pasalnya banyak pertimbangan yang harus diperhitungkan oleh bank dalam menaikkan bunga kredit KPR. Salah satunya adalah potensi kenaikan rasio NPL karena kemampuan cicilan nasabah akan memburuk jika bunga kredit dinaikkan.
Adapun jika terpaksa naik, kenaikan akan lebih berdampak pada KPR non subsidi, mengingat untuk KPR subsidi penetapan suku bunganya bersifat tetap atau skema fix rate dengan bunga lima persen per tahun.
Adapun saat ini suku bunga dasar kredit (SBDK) BTN untuk segmen kredit sebesar 7,40%. Adapun untuk opsi bunga floating sebesar 12,5%.
"Itu pun kami juga mesti menghitung kenaikannya jika mau menaikkan bunganya (KPR non subsidi). Tapi tetap tidak mudah untuk menaikkan suku bunga semena-mena, akan ada risiko lebih berat," kata Nixon.
Risiko yang menjadi pertimbangan bank dalam dijelaskan Nixon menjadi melebar jika bunga kredit dinaikkan, seperti misalnya meningkatnya kolektibilitas debitur karena terlambat bayar cicilan, alhasil bank harus mempertebal pencadangannya (CKPN), padahal penebalan CKPN tentu saja mahal bagi bank dan bisa mempengaruhi kinerja laba.
Lebih lanjut Nixon memastikan BTN tidak akan menaikkan suku bunga apapun dalam waktu dekat. Pihaknya juga belum menggelar rapat Asset Liabilitu Committe untuk merespon potensi dampak kenaikan suku bunga acuan tersebut.
Di sisi lain pihaknya lebih fokus pada strategi menurunkan biaya dana yang mahal atau cost of fund.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News