kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada qanun syariah, bisnis bank merekah


Kamis, 07 Desember 2017 / 23:39 WIB
Ada qanun syariah, bisnis bank merekah


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kabar mengejutkan berembus dari provinsi paling barat di tanah air, yakni Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jika tak ada hambatan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NAD akan melarang operasional bank konvensional di wilayah NAD. Artinya, kelak hanya akan ada bank-bank syariah di wilayah Serambi Mekkah tersebut.  

Langkah itu akan dilakukan Pemprov NAD setelah qanun atau peraturan daerah (perda) tentang lembaga keuangan syariah (LKS) disahkan, paling telat akhir tahun 2017.

Saat ini, rancangan tersebut sudah selesai dikonsultasikan dan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Artinya, hanya tinggal dibawa ke rapat paripurna untuk pengesahan bersama pihak eksekutif di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Jika aturan tersebut benar-benar disahkan, bisnis pembiayaan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) di NAD bakal semakin besar.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Syariah yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari total pembiayaan BUS dan UUS sampai September 2017 yang sebesar Rp 186,7 triliun, pembiayaan yang mengalir di Provinsi NAD terbilang kecil, yakni baru sekitar Rp 13,5 triliun. Pembiayaan itu berupa modal kerja, investasi, dan konsumsi. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan penyaluran kredit bank umum konvensional di kawasan itu, yang sebesar Rp 18,38 triliun.

Hadi Santoso, Direktur Utama PT Bank BRI Syariah, menilai, jika qanun bank syariah diberlakukan, kebijakan ini akan memberikan perubahan pada sistem perbankan di NAD.

Paling tidak, bank konvensional yang memiliki kantor cabang di sana harus melakukan penyesuaian. “Salah satu yang harus dilakukan ialah mengonversi sistem bank konvensional menjadi bank syariah,” kata Hadi kepada Tabloid KONTAN. 

Sinergi dengan induk

Berkahnya, menurut Abdullah Firman Wibowo, Direktur Utama BNI Syariah, jika qanun bank syariah berlaku, potensi pembiayaan syariah di NAD akan meningkat. “Akan terjadi perubahan akad menjadi berbasis syariah penuh,” kata Firman pada Tabloid KONTAN 

Peluang besar dari qanun itu jelas tak disia-siakan bank syariah. Sejumlah bank syariah telah merancang strategi mengoptimalkan bisnis di NAD. Contohnya PT Bank BNI Syariah yang akan memperkuat sinergi dengan induk usaha untuk memperluas jaringan di NAD. 

“Salah satu sinergi eksisting adalah melalui Sharia Channeling Outlet (SCO). Outlet BNI akan melayani transaksi syariah. Kedua, melalui penempatan petugas ke lokasi BNI Syariah di outlet Bank BNI untuk membantu layanan syariah,” papar Firman

Saat ini, BNI Syariah telah memiliki 5 outlet dan 20 outlet  SCO di kantor cabang BNI di NAD. Sampai Oktober 2017, BNI Syariah telah menyalurkan pembiayaan Rp 127,4 miliar di NAD, naik 44,9% dibanding periode sama tahun 2016. 

Dengan penyaluran sebesar itu, lanjut Firman, komposisi pembiayaan di NAD baru sekitar 0,56% dari total pembiayaan BNI Syariah. Adapun pembiayaan di NAD mengalir ke tiga sektor bisnis utama yang meliputi sektor perumahan (KPR), perdagangan dan jasa sosial masyarakat (rumahsakit).

Tak mau kalah, BRI Syariah juga berencana menggenjot pembiayaan modal kerja. Maklum, dari total pembiayaan BRI Syariah di NAD yang sebesar Rp 134 miliar per Oktober 2017 atau naik 10,7% secara year on year (yoy), mayoritas mengalir ke bisnis rumahtangga dengan porsi 48,92%, perdagangan eceran (23,38%), industri pengolahan (4%), jasa kemasyarakatan (3,6%), dan sektor perantara keuangan (3,41%).  

Saat ini, lanjut Hadi, porsi pembiayaan di NAD dari total pembiayaan BRI Syariah masih 0,86% dengan 1.764 nasabah. “Kami punya 2 kantor cabang (KC) dan 1 kantor cabang pembantu (KCP),” katanya.

Achmad Kusna Permana, Direktur Utama Bank Muamalat  Tbk, juga melihat potensi pembiayaan di NAD masih sangat besar untuk pembiayaan hunian syariah, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan pengembangan usaha.

Sampai September 2017, total pembiayaan Bank Muamalat di NAD sekitar Rp 200 miliar atau turun 21% secara yoy. Sayangnya, ia enggan membeberkan alasan penurunan pembiayaan tersebut.  

Yang pasti, Permana optimistis jika qanun berjalan, pertumbuhan pembiayaan Bank Muamalat di NAD akan lebih besar. “Saat ini, porsi pembiayaan di NAD sekitar 1,22% dari total pembiayaan Muamalat dengan 40.000 nasabah,” katanya.

Potensi bisnis di NAD juga menjadi sasaran PT BCA Syariah untuk memperluas jangkauan bisnisnya. Maklum, hingga kini, BCA Syariah belum memiliki portofolio pembiayaan di NAD.

John Kosasih, Presiden Direktur BCA Syariah, mengatakan, jika qanun bank syariah diberlakukan, pihaknya berniat masuk ke NAD. “Selama ini, kami belum masuk ke NAD karena masih bertahap mengembangkan jaringan. Tahun ini, kami buka di Medan dan Palembang,” kata John.

Kendati melihat ada potensi bisnis yang besar, John mengingatkan agar otoritas di NAD berhati-hati mengimplementasi qanun bank syariah. Alasannya, supaya tak mengganggu kegiatan perbankan nasabah. Untuk itu, perlu sosialisasi terpadu terkait kebijakan tersebut. 

Mungkinkah bakal terjadi rush atau penarikan dana besar-besaran dari bank konvensional di NAD? “Jangan dong. Makanya sosialisasi perlu agar nasabah memiliki waktu untuk menentukan pilihannya,” ujar John.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×