kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,30   1,66   0.18%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank besar pertanyakan urgensi penerbitan convertible bonds


Kamis, 01 Maret 2018 / 17:50 WIB
Bank besar pertanyakan urgensi penerbitan convertible bonds
ILUSTRASI. Uang rupiah


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menilai saat ini urgensi tentang penerbitan obligasi konversi atau convertible bond masih memerlukan diskusi yang lebih lanjut. Pasalnya, mayoritas bank besar masih mencatat rasio kecukupan modal (capital adequate ratio) cukup tebal, yaitu sekitar 20%.

Sekadar informasi, obligasi konversi ini merupakan salah satu syarat sumber dana bagi bank sistemik. Karena itu, Kartika, yang juga merupakan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini bilang, tengah melakukan diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pemangku kebijakan.

Beberapa alasan yang menjadi persoalan, yakni dari sisi beban bunga yang harus dikeluarkan bank bila harus menerbitkan obligasi konversi.

"Kami masih diskusi dengan OJK, karena sebetulnya CAR bank itu banyak yang di atas 20%, artinya pemicu penerbitan itu apakah harus dari CAR atau wajib seluruhnya untuk menerbitkan," kata Tiko, panggilan akrab Kartika saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/2).

Sementara untuk Bank Mandiri sendiri, pihaknya menilai kondisi modal masih cukup tebal dengan CAR berada di posisi 21,5% jauh di batasan regulator. 

Selain itu, Direktur Tresuri Bank Mandiri Darmawan Junidi juga menjelaskan, untuk menentukan batasan ideal sebuah bank diwajibkan menerbitkan obligasi konversi masih menjadi perdebatan. 

Menurutnya, dengan level CAR perbankan yang berada di atas 20% pun sudah sangat cukup untuk memitigasi resiko likuiditas bila tertimpa krisis.

"Obligasi konversi disebutkan dalam recovery plan sebagai instrumen untuk menjaga kelangsungan operasional bank sistemik. Jadi, di level berapa idealnya, itu tidak bisa sama persis. Tetapi dengan level CAR di atas 20% tentu sudah sangat cukup," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (1/3).

Menghindari bail out bank

Secara terpisah, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan memaklumi apabila bank terutama bank sistemik merasa keberatan akan aturan tersebut.

Pun mengenai kewajiban tersebut, LPS menyebut sampai saat ini OJK memang belum mengeluarkan rincian terkait batasan definitif bagi bank untuk memenuhi aturan tersebut, terutama dari sisi permodalan.

"Bisa dimengerti kalau perbankan yang CAR di atas 20% itu keberatan jika diminta harus menerbitkan obligasi konversi, karena bunganya pasti tinggi sehingga akan membebani bank dari sisi funding," ungkap Fauzi. 

Lebih lanjut, LPS menjelaskan dalam aturan ini OJK memang mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang rencana penyelamatan bank saat krisis.

Menurutnya, ada dua kemungkinan sifat aturan tersebut yaitu, apabila aturan ini merupakan mandatory maka seluruh bank harus memenuhi ketentuan regulator atau bersifat memaksa. 

Sementara apabila aturan tersebut sifatnya kontraktual, maka OJK harus dapat mendefinisikan batasan-batasan yang perlu dilewati oleh bank untuk menerbitkan convertible bond.

Untuk menentukan hal itu, Fauzi mengatakan untuk saat ini pihak perbankan dan OJK masih dalam proses diskusi. "Sementara ini, diskusinya masih panjang. Kalau untuk bank, pasti menilai bila sudah melewati persyaratan Basel III itu seharusnya sudah aman," tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Santoso Wibowo menyebutkan aturan tersebut dikeluarkan hanya sebagai langkah antisipasi apabila terjadi krisis, baik dari internal maupun faktor eksternal seperti kondisi makro ekonomi.

Di sisi lain OJK menilai langkah ini juga bisa sebagai tolak ukur kemampuan bank untuk melakukan ekspansi. Karena Santoso menilai, bisa saja bank justru membeli obligasi lain sebagai bantalan bila terkena krisis.

"Convertible bond itu, sepertinya tidak ada hambatan untuk bank-bank besar sejauh ini, ini memang sesuai undang-undang untuk memitigasi resiko," kata Santoso saat ditemui di kantor pusat OJK, Jakarta (1/3). Hal ini dilakukan OJK guna menghindari opsi bail out bila bank sistemik mengalami krisis, melainkan bail in (memakai dana dari perusahaan sendiri).

Sebagai informasi saja, per Januari 2018 OJK mencatat total CAR perbankan berada di level 23,64%. Jumlah lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun 2017 sebesar 23,21%.

OJK menjelaskan, kondisi CAR memang diakui saat ini sudah sangat tebal, jauh dari batasan OJK sebesar 14%. Menurutnya bisa saja convertible bond diterbitkan untuk bank yang posisi CARnya sudah mendekati batasan tersebut.

Adapun, penerbitan obligasi konversi ini mengacu pada peraturan OJK (POJK) No.14/POJK.03/2017 mengenai rencana aksi bagi bank sistemik. Berdasarkan POJK tersebut batas akhir bagi bank sistemik mengeluarkan surat utang yang bisa dikonversi menjadi modal sampai akhir tahun ini. Kewajiban memiliki instrumen utang yang memiliki karaterisitik modal ini wajib dipenuhi paling lama 18 bulan sejak rencana aksi diterima oleh OJK.

Sebagai tambahan, dalam pemberitaan Kontan.co.id, beberapa bank sistemik telah berencana untuk menerbitkan obligasi konversi tahun ini. Antara lain Bank Mandiri berniat terbitkan Rp 1 triliun pada pertengahan tahun 2018.

Selain itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menyebut akan terbitkan Rp 2 triliun. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) juga merencanakan untuk terbitkan Rp 2 triliun di tahun ini.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×