Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren akuisisi dan merger di industri asuransi jiwa dipandang Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebagai langkah penting untuk memperkuat perusahaan dan memenuhi ketentuan permodalan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 yang menetapkan bahwa modal disetor minimum bagi perusahaan asuransi baru adalah Rp1 triliun, dan reasuransi minimal Rp2 triliun.
Bagi perusahaan asuransi yang sudah ada, mereka harus meningkatkan modal minimum secara bertahap hingga 31 Desember 2026. Ketentuan ini menetapkan bahwa asuransi harus memiliki modal minimum Rp250 miliar, reasuransi Rp500 miliar, asuransi syariah Rp100 miliar, dan reasuransi syariah Rp200 miliar.
Baca Juga: AAJI: Klaim Partial Withdrawal Naik 47% di Kuartal Pertama 2024
Ketua Bidang Literasi dan Pelindungan Konsumen AAJI, Freddy Thamrin, mengungkapkan bahwa pertumbuhan populasi dan ekonomi Indonesia meningkatkan kebutuhan akan asuransi.
Oleh karena itu, industri asuransi perlu memperkuat fondasi bisnisnya agar mampu menjangkau dan melindungi lebih banyak masyarakat.
Akuisisi dan merger menjadi pilihan strategis bagi perusahaan asuransi untuk memenuhi ketentuan permodalan dan bersaing dengan kompetitor yang memiliki kapasitas modal lebih besar.
“Kalau ada akuisisi, tujuannya pasti untuk berkembang. Ada upaya untuk meningkatkan dan mengeksplorasi faktor-faktor yang memungkinkan pengembangan lebih lanjut,” ujar Freddy dalam pernyataannya pada Rabu (17/7).
Baca Juga: AAJI Menilai Produk Unitlink Masih Prospektif
Contoh terbaru adalah aksi PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang mengakuisisi mayoritas saham PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth). Dengan akuisisi ini, kapabilitas bisnis IFG Life semakin kuat.
IFG Life kini menguasai 80% saham Mandiri Inhealth dan menjadi pemegang saham pengendali, sedangkan 20% sisanya masih dimiliki oleh Bank Mandiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News