Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran bank digital tak hanya meramaikan industri perbankan umum, nyatanya industri BPR pun mulai diramaikan dengan bank digital. Di mana, bank digital yang ada di industri BPR dimiliki oleh ekosistem financial technology (fintech) P2P Lending.
Paling anyar, ada PT BPR Koinworks Sejahtera Annua atau dikenal dengan Koinworks Bank yang mulai meluncur sejak Oktober tahun lalu. Kinerjanya pun terbilang cukup apik karena Koinworks Bank sudah mampu membalikkan rugi menjadi untung.
Sebagai gambaran, per akhir tahun 2023, Koinworks Bank masih mencatatkan rugi sekitar Rp 3 miliar. Sementara, periode Januari hingga Agustus 2024, bank tersebut sudah mampu membukukkan laba Rp 4,8 miliar.
Baca Juga: Perkuat Industri Perbankan, Ini Regulasi yang Sedang Disiapkan OJK
President Director KoinP2P Jonathan Bryan bilang bahwa awal mula Koinworks memiliki sebuah bank adalah untuk memperbesar produk yang dimiliki untuk basis nasabah yang sudah cukup besar. Menurutnya, sayang jika basis nasabah yang dimiliki oleh Koinworks hanya untuk produk P2P lending saja.
Oleh karenanya, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki, Koinworks memilih untuk mengakuisisi BPR. Di mana, ada produk pinjaman yang lebih besar dengan tenor yang panjang dan menggunakan agunan. ”Kenapa tidak bank umum, karena menurut kami, produk-produk BPR juga sudah mampu mengakomodasi keinginan kami untuk memperluas produk,” ujar Jonathan, Senin (9/9).
Sementara itu, Direktur Utama Koinworks Bank Joko Purwanto mengungkapkan bahwa untuk saat ini antara KoinP2P dengan Koinworks Bank masih berjalan sendiri-sendiri. Dalam hal ini, belum ada kerjasama seperti kredit channeling yang disalurkan dari Koinworks Bank kepada KoinP2P.
Baca Juga: Bisnis Paylater Bakal Semakin Ramai, Dua Bank Ini Siap Masuk
Bukan tanpa alasan, Joko bilang Koinworks Bank belum mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan kredit channeling. Artinya, tidak menutup kemungkinan kerjasama channeling keduanya bisa terjadi di waktu yang akan datang.
”Kami saat ini tidak menjadi lender karena Koinworks Bank juga masih butuh dana, karena saya ingin LDR tetap di bawah 70% dan saat ini sudah 68%,” ujar Joko.
Selain Koinworks Banks, ada juga bank digital yang meramaikan industri BPR, tepatnya BPR Syariah. Adalah PT BPRS Hijra Alami yang resmi meluncur pada 2022 setelah mengakuisisi BPRS Cempaka Al Amin pada 2021.
Jika mengacu laporan keuangan terbaru pada situs resminya, Hijra Bank mencatat rugi tahun berjalan sebesar Rp 1,89 miliar per Maret 2024. Pada periode sama tahun sebelumnya, Hijra Bank masih mencatat laba sekitar Rp 929 juta.
Baca Juga: BPR Kirana Catatkan Pertumbuhan Aset yang Signifikan Rp 963 miliar Per Juli 2024
Saat direstui OJK menjadi Direktur Utama Hijra Bank pada awal tahun ini, Bembi Juniar bilang Fokus Hijra Bank adalah inovasi produk dan layanan, ekspansi, dan akuisisi pengguna melalui berbagai kerja sama dan inisiatif strategis. Di mana, tahun 2024, pihaknya merencanakan lebih banyak fitur dan layanan, sehingga platform Hijra Bank makin mempermudah penggunanya mendukung gaya hidup lebih baik.
“Hijra Bank akan memberdayakan seluruh potensi serta keahlian tim bersama seluruh pendukung kami untuk mencapai kesuksesan lebih baik di masa depan,” ujar Bembi kala itu.
Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo Cahyo Kartiko mengungkapkan bahwa saat ini memang yang bisa melakukan transformasi dari BPR/S konvensional menjadi bank digital adalah yang memang memiliki ekosistem, seperti fintech.
Baca Juga: Tekan Kredit Macet KUR Restrukturisasi Ditawarkan
Dalam hal ini, ia melihat hal tersebut sulit untuk diikuti oleh BPRS lainnya untuk berubah menjadi bank digital. Kecuali, ada perusahaan fintech yang kembali mengakuisisi BPR/S dan akhirnya mengubahnya menjadi bank digital. ”Itu potensinya ada karena kan ada BPR/S yang juga belum memenuhi permodalan,” ujarnya.
Ia pun menilai bahwa sejatinya kehadiran bank digital di industri BPR/S mampu meningkatkan pelayanan pada nasabah. Hanya saja, kalau beroperasi secara fully digital, maka itu akan mengurangi karakter BPR/S yang saat ini ada.
”Kalau saya lihat ya boleh-boleh saja tapi kekhasan daripada BPR/S yang dekat dengan masyarakat itu agak hilang kalau nanti ternyata lebih banyak channeling ke fintech,” tambahnya.
Baca Juga: Penyaluran KUR Perbankan Tetap Mengucur Kala Bayang-Bayang Pemburukan Kualitas Kredit
Sementara itu, Ketua umum DPP Perbarindo Teddy Alamsyah berpandangan bahwa kehadiran bank digital di industri BPR yang serupa dengan yang ada di Bank Umum ini merupakan bagian dari pemanis dan dorongan bagi industri agar lebih berkontribusi bagi pertumbuhan nasional.
Namun, ia melihat BPR/S sendiri tidak bisa bersaing secara fully digital layaknya bank umum. Karena, dari segi biaya pun terbilang tidak kecil dan harus bisa memitigasi risiko siber yang ada.
”BPR tidak akan bisa bersaing dengan bank umum yang memiliki modal, baik itu teknologi maupun capital dan juga SDM,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News