Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi merilis tiga aturan turunan Undang Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Tiga aturan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penerapan kebijakan penanganan krisis.
Tiga aturan ini adalah pertama, peraturan OJK (POJK) No.14/POJK.03/2017 mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum. Kedua adalah POJK No.16/POJK.03/2017 tentang bank perantara. Sedangkan aturan ketiga adalah POJK No.15/POJK.03/2017 tentang rencana aksi bagi bank sistemik. Ketiga aturan ini dikeluarkan pada 4 April 2017.
Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, UU PPKSK memberikan landasan hukum bagi OJK dan otoritas lain untuk menangani stabilitas sistem keuangan. Serta melakukan tindakan lain dalam mengatasi permasalah stabilitas sistem keuangan berdasarkan tugas dan kewajiban, ujar Muliaman saat memberikan keterangan pers terkait POJK tersebut, Rabu (5/4).
Kelak POJK ini, lanjut Muliaman, diharapkan bisa menjaga dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan. Selain itu, aturan ini mampu mewujudkan industri perbankan lebih sehat dan kompetitif.
Bila diperdalam, terkait bank perantara seperti dalam POJK dijelaskan bahwa bank perantara tersebut hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Muliaman menambahkan, keberadaan bank perantara ini bisa membuka opsi untuk sarana resolusi menerima aset dan kewajiban dari bank bermasalah. "Ini sebagai alternatif opsi penanganan bank selain pengalihan aset, penyertaan modal sementara dan pencabutan izin usaha," tutur Muliaman.
Dalam POJK tersebut juga dijelaskan mengenai beberapa pengecualian aturan dalam bank perantara. Pertama, bank perantara tidak berlaku aturan mengenai kepemilikan lebih dari satu pihak atau institusi. Karena kelak, bank hanya dimiliki oleh satu institusi, yaitu LPS. Tapi nantinya LPS wajib melepas bank perantara ini, namun dalam periode waktu tertentu.
Kedua, secara umum, bank perantara hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah mendapatkan izin dari OJK. Nantinya, satu bank perantara bisa menerima pengalihan lebih dari satu bank.
Ketiga, bank perantara bisa menggunakan infrastruktur bank asal dan bisa berbentuk bank umum atau bank syariah.
Adapun mengenai rencana aksi bagi bank sistemik, Muliaman bilang, adanya rencana aksi itu, bank bisa menyelesaikan masalah keuangan sejak dalam kondisi normal. "Rencana aksi ini memuat kewajiban pemegang saham pengendali dan pemegang saham lain untuk menambah modal dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal bank," ujar Muliaman.
Terkait dengan penambahan modal dan konversi utang menjadi modal ini, bank sistemik wajib untuk memiliki instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal. Kewajiban ini harus dipenuhi paling lambat sampai akhir 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News