Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Janji pemerintah mengutak-atik Undang-Undang Bank Indonesia (BI) terbukti. Kemarin (13/10), pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang alias Perpu tentang Perubahan Kedua atas UU BI. Perpu itu mulai berlaku Senin, lalu.
Ketentuan yang diutak-atik cuma terkait agunan yang wajib disediakan bank untuk mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dari BI. Nah, Perpu yang baru ini mengatur perluasan jenis aset bank yang bisa menjadi agunan perbankan untuk mendapatkan pinjaman pendek dari bank sentral.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, aset yang bisa dijadikan aset untuk mendapatkan pendanaan jangka pendek dari BI adalah yang bersifat likuid dan berkualitas tinggi. Contohnya, Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Namun, dengan ketentuan baru tadi, perbankan bisa memakai aset kredit dengan kolektibilitas lancar sebagai agunan untuk mendapatkan fasilitas pinjaman jangka pendek BI. "Ini bisa menjadi alternatif bagi bank-bank yang tidak mempunyai SUN dan SBI yang selama ini tidak bisa menggunakan fasilitas BI," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
BI akan menyiapkan peraturan teknis untuk melengkapi Perpu ini. Dalam waktu dekat, bank sentral akan menerbitkan aturan tentang kategori kredit dengan kolektibilitas lancar. "Nanti akan dijabarkan lagi secara khusus tentang kredit kolektibilitas lancar ini," imbuh Gubernur BI Boediono.
Boediono mengatakan, Perpu ini terbit sebagai salah satu jurus untuk menangkal krisis. Makanya aturan ini hanya berlaku dalam kondisi seperti sekarang ini. Kelak, fasilitas perluasan agunan ini tidak akan digunakan kalau situasi perekonomian sudah kembali stabil dan aman. "Kalau normal, kan, hanya SUN dan SBI. Kalau yang lain-lain hanya dalam keadaan yang dibutuhkan," kata Boediono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News