kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Asuransi Jaga Finansial Keluarga Saat Penyakit Kritis Menimpa


Jumat, 30 Desember 2022 / 16:19 WIB
Asuransi Jaga Finansial Keluarga Saat Penyakit Kritis Menimpa


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini

KONTAN.CO.ID - “Jadilah nasabah asuransi yang cerdas dan kritis. Tanyakan hal yang di-cover dari sebuah polis asuransi ke agen asuransi. Pastikan nasabah mendapatkan penjelasan informasi yang sebenar-benarnya.”

Pernyataan itu disampaikan oleh Susana, seorang nasabah asuransi swasta yang juga  penyintas kanker tulang (osteosarcoma). Ia menyadari pentingnya asuransi bagi kesehatan di masa depan. Maka dari itu, Susana sudah rajin menyisihkan pendapatannya untuk asuransi kesehatan sejak tahun 2012.

Saat bercerita kepada tim Kontan.co.id, wanita berusia 54 tahun itu mengaku mengalami gejala kanker sejak tahun 2014. Kakinya sering kram dan ada benjolan, namun belum mengganggu aktivitasnya. “Sudah ke dokter dan bilangnya, ‘Oh nggak ada apa-apa nih di x-ray bagus aja’. Tapi saya lihat kok benjolannya makin besar, terus ke tukang urut tapi tidak ada hasilnya,” kata Susana.

Nyatanya benjolan di kaki Susana semakin membesar. Pada tahun 2015 wanita asal Jakarta itu didiagnosis menderita osteosarcoma. Akibat penyakit tersebut, tulang kaki kiri, lutut, dan betis Susana menjadi rapuh. Mau tak mau harus dipasang titanium agar ia bisa berjalan. Kemudian, pada tahun 2016, kanker itu mulai menyebar ke paru-paru, namun masih jinak.

Pada tahun 2018, Susana sempat jatuh yang menyebabkan titanium di kaki kiri mengenai paha. Alhasil, tulang pahanya retak, sehingga harus dioperasi untuk pemasangan titanium pada pahanya. 

Momen inilah yang membuat Susana makin sadar pentingnya asuransi. Selama bergelut dengan penyakit, ia bersyukur bahwa asuransi memberikan manfaat yang sangat besar. Bahkan, ia tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk berobat dan kemoterapi karena sudah memiliki asuransi penyakit kritis sejak tahun 2012.

“Saya punya asuransi yang bisa dipakai juga di luar negeri, seperti Singapura. Akhirnya saya langsung pergi untuk berobat dan perawatan di sana. Selain berobat, kita juga bisa pilih dokter. Bisa ganti dokter tanpa harus tunggu tiga bulan,” cerita Susana saat membagikan pengalamannya menggunakan asuransi.

Dengan pengobatan yang dibiayai asuransi, kondisi finansial Susana tidak terganggu. Sering menyisihkan uang tiap bulan untuk asuransi membuatnya lebih tenang karena tidak perlu meminjam uang kepada keluarga atau kerabat dekat. “Keuntungan punya asuransi itu peace of mind, kita tidak perlu menyusahkan orang atau utang ke orang lain lagi,” ucapnya.

Asuransi sejak dini

Selama belasan tahun menggunakan asuransi kesehatan, Susana mengaku mendapat banyak manfaat. Selain kemudahan berobat di rumah sakit nasional dan internasional, wanita yang juga aktif di organisasi Samantha and Friends tersebut lebih mudah mengatur uang untuk masa depan anak-anaknya.

Susana berpendapat, mencicil premi asuransi harus dimulai dari usia muda karena kondisi ekonomi yang tidak menentu, terlebih sekarang ada inflasi. Inflasi ini tidak hanya terjadi pada dunia ekonomi tapi di dunia kesehatan. Dunia kesehatan mengenal istilah ‘inflasi kesehatan’, yaitu harga obat, perawatan, operasi dan sebagainya lebih tinggi kenaikannya dibandingkan kenaikan pendapatan.

Untuk itu, ia memiliki tips bagi generasi muda agar mampu mengatur keuangan tapi tetap berasuransi, yaitu menggunakan skema 4-3-2-1. Skema ini membagi 40% penghasilan untuk operasional, 30% untuk melunasi utang (jika ada), 20% untuk asuransi dan investasi, dan 10% untuk sedekah atau rekreasi. Penerapan skema 4-3-2-1 itu akan memudahkan generasi muda untuk memiliki asuransi untuk manfaat jangka panjang. Pos cicilan premi asuransi dapat dimasukkan dalam 20% penghasilan untuk tabungan dan investasi. 

“Utang jangan sampai di atas 30% karena bisa merusak pengeluaran kita. Yang 10% persen juga bisa untuk pengeluaran rekreasi atau liburan,” ujar wanita kelahiran tahun 1968 tersebut.

Tak hanya itu, Susana berpendapat pendidikan finansial harus diajarkan sejak bangku sekolah menengah atas (SMA). Sebab, di dunia yang serba digital dan flexing saat ini, generasi muda gampang terpengaruh sikap konsumtif dengan memiliki barang yang serba branded atau mahal. Padahal, uang yang diperoleh saat sekolah atau kerja bisa dimanfaatkan untuk asuransi.

Pernyataan itu bukan hanya opini semata. Pendidikan finansial kini telah ia terapkan kepada anak-anaknya secara mandiri. Susana mengajarkan anak-anaknya agar mampu mengelola uang dengan bijak, misalnya pengeluaran untuk asuransi dan membeli handphone lewat usaha sendiri. Susana mewarisi kebiasaan baik ini dari orang tuanya.

“Saya tuh memang didikan orang tua yang cukup ketat dengan keuangan. Jadi saya dari kecil itu tidak boleh boros. Dikasih uang jajan harus cukup. Kalau mau lebih, cari sendiri,” pungkas Susana.

Senada dengan Susana, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan, ada beberapa hal dalam hidup yang dapat direncanakan seperti misalnya kelahiran, pendidikan, pernikahan, dan pensiun. Ketika mengalokasikan pendapatannya untuk asuransi, nasabah lebih mudah mengatur rencana tersebut dari sekarang.

Nasabah yang memiliki asuransi mampu merencanakan masa depan lebih mudah karena telah memproteksi diri tanpa harus membebani orang lain. “Yang tidak kita sadari bahwa hal-hal yang kita lihat sehari-hari itu ada dampak keuangan yang dapat ditimbulkan. Ketika bayi lahir, anak sekolah bahkan sampai ke luar negeri, menikah, dan pensiun ada dampak keuangan yang ditimbulkan. Meski tidak pasti kapan datangnya, kita dapat mengantisipasi dengan perencanaan keuangan dari jauh hari, sehingga dampak keuangannya bisa diantisipasi lebih baik,” kata Budi.

Selain rencana masa depan, lanjut Budi, kondisi masa depan manusia yang sulit diprediksi adalah sakit. Ketika sakit tanpa antisipasi, seseorang akan mengeluarkan banyak uang karena tidak memiliki asuransi. Menurut Budi, asuransi punya peran sebelum sakit itu datang.

Asuransi harus diutamakan karena tidak hanya berfungsi sebagai proteksi kesehatan, tapi juga menjadi bagian perencanaan keuangan. Ketika memiliki asuransi, nasabah menjadi lebih mudah mengatur rencana keuangan, sehingga pengeluaran untuk kebutuhan masa depan bisa diatur secara rinci dari sekarang.

“Tentunya sakit ini bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap manusia. Namun akan lebih baik jika kita sudah mempersiapkannya sehingga dampak keuangan yang ditimbulkan ketika sakit sudah disiapkan dari awal. Asuransi jiwa bukan hanya terkait dengan proteksi tetapi teman dari proteksi adalah perencanaan keuangan,” tutup Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×