Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan baru Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) sempat digadang-gadang dapat membanjiri likuiditas valas perbankan. Nyatanya, tak semudah itu bagi perbankan menerima berkah dari aturan DHE SDA tersebut.
Seperti diketahui, industri perbankan saat ini telah dibayangin likuiditas ketat, tak terkecuali untuk valas. Mengacu pada data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas sekitar 3,9% secara tahunan (YoY) per Januari 2025. Pertumbuhan ini lebih rendah jika dibandikan DPK rupiah yang mampu tumbuh 5,5% YoY.
Jika ditilik lebih lanjut, DPK valas dalam bentuk deposito mengalami pertumbuhan yang melambat di Januari 2025 sekitar 8,9% YoY dari bulan sebelumnya yang mampu tumbuh 11,1% YoY. Di mana, kehadiran aturan baru DHE SDA bakal membantu deposito valas tersebut.
Sayangnya, dalam Peraturan BI (PBI) terbaru yang menjadi turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025 terkait revisi aturan DHE SDA mengungkapkan banyak instrumen yang bisa menjadi penempatan DHE SDA. Salah satu intrumen baru yang bisa menjadi tempat eksportir menaruh DHE SDA adalah Sekuritas Valas BI (SVBI) dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
Baca Juga: Ini Saham Bank Paling Diuntungkan dari Aturan DHE SDA Terbaru
Sebagai informasi, SVBI dan SUVBI adalah surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Di mana, dua surat utang tersebut menawarkan imbal hasil yang cukup menarik.
Ambil contoh, dalam lelang terakhir SVBI di 5 Maret 2025, imbal hasil yang diberikan untuk tenor satu bulan hingga tiga bulan ada di kisaran 4,5%. Sama halnya juga dengan SUVBI di lelang terakhir pada 4 Maret 2025 juga memiliki imbal hasil mulai dari 4,4% hingga 4,5%.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI, Edi Susianto mengungkapkan apakah SVBI atau SUVBI lebih diminati atau tidak itu sangat tergantung dari pilihan eksportir. Meskipun, datanya baru akan kelihatan secara menyeluruh penempatan DHE SDA di bulan April atau Mei mendatang.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan suku bunga bukan sejatinya bukan satu-satunya faktor dalam pengambilan keputusan eksportir dalam menempatkan dana DHE SDA. Sebagai contoh, di 2024, Edi melihat preferensi eksportir dalam penempatan dana DHE SDA malah lebih tinggi di rekening khusus (reksus).
“Kalau eksportir menempatka dananya di reksus, reksus tersebut bisa dimanfaatkan untuk transaksi swap dengan bank untuk eksportir mendapatkan rupiah,” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (11/3).
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja tak mengambil pusing terkait hal tersebut. Ia menyebutkan mau di mana DHE SDA ditempatkan adalah pilihan dari para nasabah.
Oleh karenanya, ia bilang tidak akan semerta-merta akan langsung memberikan bunga deposito valas yang bisa menyamai SVBI maupun SUVBI. Menurutnya, itu akan sangat tergantung dengan kebutuhan likuiditas valas di BCA.
“Tergantung kebutuhan likuiditas bukan masalah matematika. Kalau di BCA, likuiditas valas masih cukup,” ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede pun mengungkapkan bahwa adanya beberapa instrumen penempatan DHE SDA membuka potensi persaingan antara perbankan dan instrumen BI dalam menarik likuiditas valas dari eksportir. Di mana, SVBI dan SUVBI cenderung menawarkan instrumen dengan risiko rendah karena diterbitkan oleh BI.
Baca Juga: Pengusaha Bersiap Hadapi Implementasi Kebijakan DHE SDA 100% Per 1 Maret 2025
Di sisi lain, Josua bilang eksportir juga berpotensi lebih memilih instrumen tersebut jika BI menawarkan yield yang lebih kompetitif dibandingkan deposito valas. Terlebih jika perbankan juga tidak dapat menawarkan fleksibilitas dan manfaat tambahan seperti akses kredit rupiah yang kompetitif.
“Oleh karena itu, untuk mempertahankan likuiditas valas, bank kemungkinan akan menaikkan suku bunga deposito valas guna menarik DHE SDA tetap berada dalam sistem perbankan,” ujar Josua.
Sependapat, pengamat perbankan Paul Sutaryono bilang bahwa sesungguhnya saat ini bank sedang bersaing dengan pemerintah dalam menghimpun DPK. Itu sudah terlihat ketika surat utang seperti ORI menawarkan kupon lebih tinggi daripada suku bunga deposito, ditambah dengan SVBI dan SUVBI ini.
Namun, Paul melihat tampaknya bank juga tidak akan berani untuk menaikkan bunga deposito agar bisa menyeimbangi instrumen-instrumen tersebut. Alasaannya, tingkat bunga penjaminan LPS hanya maksimal 4,25% untuk bank umum dan 6,75% untuk BPR.
Selain itu, Paul bilang bank akan tetap berjuang terus melalui transaksi trade finance yakni transaksi ekspor, impor dan atau bank garansi. Sebab, selama ini masih banyak nasabah segmen SDA melakukan transaksi ekspor impor melalui letter of credit (L/C) di bank.
“Provisi L/C termasuk pendapat non operasional (fee-based income) yang gurih bagi bank . Selama ini fee-based income dari trade finance itu dapat memberikan kontribusi tinggi bagi bank,” tandasnya.
Baca Juga: BRI Siap Implementasikan Regulasi Baru DHE SDA
Selanjutnya: Ada Kasus PHK, Efek THR terhadap Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Tidak Maksimal
Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News