Reporter: Roy Franedya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menolak permintaan DPR agar penyelesaian pinjaman subordinasi (subordinated loan) perbankan masuk ke pos penerimaan anggaran bank sentral tahun 2012. BI ingin pencatatan sisa utang warisan tahun 1997 itu dipisahkan. Soalnya, bank penerima pinjaman tidak memberikan kepastian melakukan pembayaran.
Permintaan DPR ini bertolak dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010. Audit tahunan itu menyebutkan, BI memiliki potensi kerugian sebesar Rp 497 miliar dari kebijakan restrukturisasi pinjaman subordinasi. Angka ini muncul, setelah BI mendiskon bunga pinjaman subordinasi milik Bank Artha Graha dari semula 6% menjadi 3,25%. DPR ingin selisih ini menjadi tanggungan BI dan dibebankan dalam anggaran BI 2012.
Nurson Wahid, Anggota Komisi XI DPR, mengungkapkan sikap BI itu. Dia mengatakan, BI keberatan tagihan pinjaman subordinasi masuk ke asumsi penerimaan anggaran BI 2012 karena belum ada surat kesanggupan membayar dari bank.
Nurson menegaskan, DPR tidak mempermasalahkan langkah BI pada 2008 silam itu. Menurut aturan, BI berwenang melakukannya. Kondisi saat itu juga memungkinkan regulator mengeluarkan kebijakan tersebut. Dengan memberikan keringanan, bank bisa melewati masa krisis dengan selamat.
Kebijakan itu kini dipersoalkan karena bersifat diskriminatif. Mengutip hasil audit, Nusron mengatakan, BI hanya mendiskon bunga pinjaman milik Bank Artha Graha. Sementara bank lain, yang mengajukan permohonan serupa ditolak. "Karena sudah menjadi temuan BPK, BI harus menagih selisih bunga pinjaman subordinasi. Bila gagal bisa menimbulkan kerugian negara dan itu salah," tambahnya.
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, menampik tuduhan memberikan keistimewaan pada satu bank. Menurutnya, ada 6 bank lain yang mendapatkan diskon bunga. Selain itu, BI juga terus menagih. "Sekarang sedang dalam proses pembayaran, yang menagih saat ini masih saya," ujar Halim, tanpa menyebutkan 6 bank yang mendapat potongan bunga.
Laporan keuangan Bank Artha Graha tahun 2010 menyebutkan, total pinjaman subordinasi mencapai Rp 917,6 miliar, turun 10,64% dari Rp 1,02 triliun pada 2009. Selain Artha Graha ada 2 bank lain yang mengajukan restrukturisasi, yakni Bank Danamon dan Bank Mega.
Vera Eve Lim, Chief Financial Officer and Director, Bank Danamon mengatakan, keseluruhan kredit subordinasi dari eks bank merger telah dipercepat pelunasannya di tahun 2011, kendati baru jatuh tempo di tahun 2017. "Capping bunga 6% tetap menjadi bagian dari perhitungan bunga," ujarnya.
Laporan Keuangan Bank Danamon tahun 2010 menyebutkan, pinjaman subordinasi BI pada 2009 Rp 624,32 miliar dengan tingkat bunga setahun sebesar 10%. Pada 13 Januari 2011, Danamon dan BI menandatangani perjanjian.
Isinya, Danamon bersedia mempercepat pembayaran angsuran pokok dan bunga berjalan sampai dengan 31 Desember 2011. Selisih bunga capping akibat percepatan pelunasan pokok pinjaman akan dibebankan dan dibayar setiap semester mulai 31 Desember 2010 hingga 31 Desember 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News