Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di saat likuiditas valuta asing (valas) seret, perbankan menahan penyaluran kredit ekspor yang menggunakan nota kredit alias letter of credit (L/C). Penurunan juga bertujuan untuk mengantisipasi kenaikan risiko pembiayaan ekspor akibat lesunya ekonomi dunia.
PT Bank Ekspor Indonesia (BEI) tergolong bank yang mulai mengetatkan seleksi debitur. Bank ini tak gampang menyetujui permintaan kredit L/C yang masuk. "Kami akan lebih teliti melihat alasan permintaan kredit. Mulai dari sektor ekspornya hingga negera tujuannya," kata Presiden Direktur BEI Arifin Indra, kemarin (3/11).
Untuk mengurangi risiko, BEI juga menerapkan strategi lain, semacam penjatahan valas. Bentuk strategi ini adalah, BEI memberikan sebagian kebutuhan pendanaan dalam bentuk rupiah. "Jadi, kalau debitur minta sepuluh, kami kasih delapan dalam valas, dan sisa kebutuhan akan dikonversi dalam rupiah," ujar Arifin.
Cara itu mereka lakukan untuk mengurangi kemungkinan risiko gagal bayar debitur. Sebab, saat krisis global seperti ini sangat besar kemungkinan terjadinya penundaan pelunasan.
Arifin memang mengakui bahwa cara ini bisa saja mengurangi minat eksportir mengambil kredit ekspor di BEI. Meski begitu, BEI tak khawatir berkurangnya permintaan kredit ekspor ini bakal mengurangi laba BEI.
Sampai akhir kuartal ketiga 2008, laba BEI mencapai Rp 200 miliar. Perolehan laba tersebut melampaui target yang mereka pasang sebelumya.
Di Bank Central Asia (BCA) permintaan kredit L/C masih stabil. Kepala Divisi Perbankan Internasional BCA Eva Sumampouw bilang, nilai penyaluran kredit dalam bentuk valas untuk L/C masih stabil, sekitar US$ 300 juta per bulan. “Target kami, nilai penyaluran kredit US$ 4 miliar pada akhir 2008 ini,” imbuhnya.
Stabilnya penyaluran kredit L/C BCA itu karena BCA tidak pernah mengalami kesulitan likuiditas valas. BCA memang termasuk bank yang berlimpah likuiditas. Per akhir September, cadangan valas BCA mencapai US$ 250 juta. Setelah BI menurunkan kewajiban setoran Giro Wajib Minimum (GWM) valas, BCA mendapat tambahan likuiditas segar dalam rupa valas hingga senilai US$ 48 juta.
Meskipun mulai hati-hati, sampai saat ini BCA belum melakukan pengetatan penyaluran kredit L/C. "Tapi belum tahu untuk tahun depan. Kalau nanti kebutuhan nasabah berkurang maka akan terjadi tren turun,” imbuhnya.
Fasilitas rediskonto
Untuk mengantisipasi penurunan pembiayaan ekspor karena seretnya likuiditas valas, BI kini sedang membahas aturan mengenai mekanisme dan besaran rediskonto L/C. "BI akan menyediakan fasilitas rediskonto, agar bank mau melakukan diskonto," ungkap Arifin.
Fasilitas rediskonto L/C ataupun wesel ekspor ini untuk menjamin agar ekspor tetap berjalan dengan memberikan garansi terhadap risiko gagal bayar pembeli. "BEI siap menjadi operator fasilitas rediskonto ini seandainya memang ditunjuk oleh BI," imbuh Arifin.
Walau begitu, krisis sepuluh tahun lalu masih menjadi trauma bagi sebagian pejabat BI, termasuk Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad. Menurutnya BI akan memperketat pengawasan pembiayaan ekspor, termasuk wesel ekspor atau L/C. "Jangan sampai terjatuh lagi di tempat yang sama," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News