Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sejumlah bankir sudah mengantisipasi apabila Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut relaksasi restrukturisasi kredit. Mereka memperkirakan, ketika regulator tidak memperpanjang relaksasi tersebut, tidak akan terlalu banyak berpengaruh ke rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank.
Seperti diketahui, OJK pada 2015 lalu, mengeluarkan aturan mengenai relaksasi restrukturisasi dalam POJK No 11/POJK/03/2015. Aturan ini berlaku dalam dua tahun dan diperkirakan berakhir pada Juli tahun ini.
Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisoner OJK mengaku masih akan melihat kondisi makro ekonomi sebelum memutuskan untuk mencabut atau memperpanjang aturan relaksasi restrukturisasi. “Masih kami pantau kondisi ekonomi,” ujarnya.
Nixon L Napitupulu, Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengatakan, apabila relaksasi restrukturisasi kredit dicabut, dampaknya ke NPL bank secara umum hanya 0,1%. "Sedangkan jika ke NPL usaha kecil menengah sekitar 0,2%,” katanya, Jumat (16/6).
Eri Budiono, Direktur Perbankan Global Maybank Indonesia mengatakan, dampak dari relaksasi restrukturiasi terhadap kredit bermasalah bank tidak terlalu besar. “Seharusnya tidak (terlalu berdampak) karena kami aktif melakukan restrukturisasi dan melakukan monitoring NPL selama masa relaksasi,” ujar Eri, Jumat (17/6).
Senada, Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC NISP memproyeksi, jika aturan relaksasi dicabut, maka dampaknya tidak terlalu berdampak ke NPL bank. “Kami sudah menghitung dampaknya dugaan kami tidak terlalu mempengaruhi NPL,” katanya.
Menurut Parwati, sebagai antisipasi, pihaknya akan melakukan antisipasi lebih dini untuk mengetahui lebih komprehensif kondisi nasabah.
Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan, bank akan melakukan monitoring secara ketat untuk kualitas kredit kolektibilitas dua. “Kami memberikan kredit secara hati-hati dan kami juga memiliki pencadangan yang cukup,” ujar Jan
. Secara industri, NPL perbankan per Mei 2017 tercatat masih berada di atas 3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News