Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan masih dihantui peningkatan risiko atas kredit yang disalurkan akibat pandemi Covid-19. Apalagi regulator telah memperpanjang masa program restrukturisasi hingga tahun depan.
Hal ini akan memberikan tekanan pada rasio loan at risk (LAR) yang juga meningkat. Apabila tidak dimitigasi, akan menjadi kredit macet. Loan at risk merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Direktur BCA Vera Eve Lim mengapresiasi respon cepat regulator dalam merelaksasi kebijakan restrukturisasi untuk membantu perbankan dan nasabah melewati masa-masa sulit. Ia bilang BCA membukukan restrukturisasi kredit sebesar Rp 99,1 triliun atau sekitar 16,9% dari total portofolio kredit hingga Maret 2021.
Baca Juga: BSI salurkan pembiayaan sindikasi Rp 693,83 miliar untuk rel KA Makassar-Parepare
“Sejalan dengan tren restrukturisasi, loan at risk (LAR), dengan juga memperhitungkan restrukturisasi akibat COVID-19 BCA pada Maret 2021, tercatat meningkat menjadi Rp 111,5 triliun atau 19,4% dari total kredit,” ujar Vera kepada KONTAN pada Rabu (2/6).
Lanjut Ia, di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, BCA tetap menyalurkan kredit secara prudent dan tetap mengkaji peluang serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.
Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyebut LAR BRI di level 28,84% per Maret 2021. Ia melihat Kebijakan OJK untuk memperpanjang restrukturisasi utamanya sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap para pelaku usaha utamanya UMKM yang tengah berjuang untuk bangkit kondisinya akibat dampak pandemi covid.
“Upaya mitigasi yang dilakukan BRI antara lain memantau dan menyelesaikan kredit restrukturisasi sesuai dengan kondisinya. Selain itu BRI membuat beberapa program untuk menurunkan restrukturisasi covid, seperti keringanan skema kredit yang dibutuhkan, penyelesaian kredit, atau pemberian fasilitas kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku khusus kepada mereka yang demand-nya meningkat namun butuh tambahan modal,” ujarnya kepada KONTAN.
Baca Juga: Lulus tes, Haru Koesmahargyo dan Nixon Napitupulu resmi jadi Dirut dan Wadirut BTN
Ia melihat pemulihan ekonomi, serta dengan strategi yang diterapkan untuk tetap tumbuh sehat dan berkelanjutan, BRI optimistis LAR cenderung melandai di kisaran 22% hingga 24% hingga akhir tahun 2021.
Sedangkan David Pirzada, Direktur Manajemen Risiko BNI menyatakan LAR termasuk restrukturisasi Covid-19 menurun sekitar 20% sejak Januari 2021. Penurunan itu terjadi karena debitur restrukturisasi sudah kembali ke normal dan tidak butuh lagi relaksasi.
“Akan tetapi sebagian debitur kondisinya memburuk dan jatuh ke kolektibilitas 2 atau diberikan restrukturisasi biasa (non-covid). BNI terus melakukan pemantauan yang intensif terhadap debitur restrukturisasi Covid-19. Setiap 3 bulan sekali kita melakukan survey dan assessment yang dalam sehingga kita dapat menetapkan debitur yang masuk high risk, medium risk ataupun low risk,” paparnya kepada KONTAN.
Lanjut Ia berdasarkan hasil survei dan assessment BNI, ada sekitar 10% yang masuk kategori high risk dan untuk debitur tersebut. Oleh sebab itu, BNI membentuk pencadangan untuk memitigasi risiko pemburukan kolektibilitas. Ia memprediksi tren LAR diharapkan menurun seiring perbaikan kondisi ekonomi.
Selanjutnya: Gandeng MAPPI, LPS susun Standar Penilaian Indonesia (SPI 207) bagi perbankan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News