kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.779   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.473   -6,24   -0,08%
  • KOMPAS100 1.155   0,64   0,06%
  • LQ45 915   1,60   0,18%
  • ISSI 226   -0,60   -0,26%
  • IDX30 472   1,43   0,30%
  • IDXHIDIV20 570   2,50   0,44%
  • IDX80 132   0,24   0,18%
  • IDXV30 140   1,26   0,90%
  • IDXQ30 158   0,58   0,37%

Basel III dinilai bisa membuat bank tahan krisis


Rabu, 16 Januari 2019 / 20:38 WIB
Basel III dinilai bisa membuat bank tahan krisis


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai perbankan Indonesia sudah dapat memenuhi ketentuan permnodalan di Basel III secara penuh. Industri perbankan memiliki rasio kecukupan modal minimum atau capital adequacy ratio (CAR) sudah memandai. Dalam catatan Josua, CAR perbankan pada Oktober 2018 sebesar 22,97%.

Dalam pemenuhan Basel III ini, perbankan diminta menambah CAR lantaran adanya penyangga (buffer) yang bertujuan agar bank dapat bertahan menghadapi berbagai risiko yang tak terduga termasuk krisis ekonomi.

Ada tiga buffer, pertama, countercylical buffer atau modal sebagai penyangga untuk mengantisipasi kerugian apabila ada pertumbuhan kredit perbankan berlebihan yang mengganggu stabilitas keuangan.

Kedua, capital conservation buffer merupakan modal yang berfungsi sebagai penyangga jika terjadi kerugian di periode krisis, yang berlaku bagi kelompok BUKU III dan BUKU IV.

Ketiga, capital surcharge berupa tambahan ini hanya diperuntukkan untuk bank yang masuk kategori bank sistemik. Modal tambahan ini guna mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan, jika terjadi kegagalan bank yang berdampak sistemik.

"Selain tiga buffer ini, ada juga beberapa rasio yang harus dipenuhi seperti liquidity coverage ratio, net stable funding ratio, risk ratio, dan credit valuation adjustment. Ada tiga indikator buffer ratio juga ada ini," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (16/1).

Menurut Josua, kebijakan ini bertujuan memitigasi risiko-risiko yang mungkin terjadi di sektor perbankan. Apalagi Indonesia pernah mengalami krisis moneter 1998. Kala itu, bank kesulitan likuiditas sehingga kredit tidak jalan. Akibatnya ekonomi tertekan dan mengalami kontraksi hampir 13%.

"Semakin kompleks produk jasa keuangan, semakin bervariasi sektor ril makanya perlu arahan dari OJK seperti ini agar bisa jadi penyangga," ujar Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×