kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bea meterai jadi satu harga dan menjadi beban bank? ini kata bankir


Jumat, 05 Juli 2019 / 16:43 WIB
Bea meterai jadi satu harga dan menjadi beban bank? ini kata bankir


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan pemasukan negara melalui rencana penerapan kebijakan satu tarif sekaligus kenaikan tarif meterai menjadi Rp 10.000.

Kebijakan baru ini akan tercantum dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai yang tengah dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Beleid ini praktis mendapatkan banyak respon dari pihak industri. Salah satunya, industri perbankan yang memang paling banyak menggunakan meterai sebagai pengabsahan surat maupun dokumen yang berkaitan dengan layanan keuangan.

Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id menyebut, tetap akan mematuhi seluruh aturan yang berlaku. Kendati demikian, pihak bank tak menampik bahwa akan ada penambahan beban dari sisi operasional perbankan.

Apalagi, ada pula usulan yang mengatakan bea meterai untuk keperluan kartu kredit bakal dibebankan ke pihak perbankan dari sebelumnya oleh nasabah.

Dalam praktiknya setiap transaksi ritel (kartu kredit) dengan nilai di atas Rp 250.000 hingga Rp 1 juta nasabah akan dikenakan biaya meterai sebesar Rp 3.000. Sedangkan untuk transaksi di atas Rp 1 juta, biaya meterainya yakni Rp 6.000.

Biaya sejenis ini kerap diabaikan oleh pengguna kartu kredit, ketika membayar penuh (full payment) tagihan kartu kredit. Selain itu, pada dasarnya seluruh transaksi atau layanan keuangan bank seperti cek, bilyet, giro memang diharuskan menggunakan meterai sebesar Rp 3.000.

"Selama ini pajak (bea) ditanggung oleh masyarakat pengguna kartu kredit itu sendiri. Sepertinya ada tiering rencana yang Rp 10.00, tapi tidak semua," kata Lani kepada Kontan.co.id, Kamis (4/7) malam. Bank yang terafiliasi dengan CIMB Grup ini pun lebih memilih untuk menunggu kepastian dari pihak Pemerintah terkait rencana tersebut.

Senada, Kepala Divisi Kartu Kredit PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Okki Rushartomo mengatakan saat ini pihaknya lebih memilih menunggu hasil keputusan. "Saat ini kami mengikuti undang-undang yang berlaku," katanya, Jumat (5/7).

Memang, dalam peraturan yang berlaku saat ini pengenaan bea meterai terhutang melekat pada pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan hal lain.

Okki menambahkan, bila nantinya bea tersebut diubah menjadi beban bank, praktis akan menambah biaya operasional. Sebab, jumlah meterai yang harus digunakan bank dalam setiap transaksi memang lumayan besar.

Menurut hitung-hitungan kasar Okki, setidaknya ada penggunaan meterai sebesar Rp 5 miliar hingga Rp 6 miliar per bulan di BNI untuk seluruh tagihan BNI.

"Namun, dalam usulannya (pengenaan bea meterai) hanya dikenakan untuk Rp 5 juta ke atas," katanya. Bank berlogo 46 ini juga belum berani berkomentar lebih jauh, sebab pihaknya masih mengkaji hal tersebut.

Di sisi lain, Direktur Kepatuhan PT Bank Mayapada Internasional Tbk Rudy Mulyono secara singkat mengatakan tentunya kenaikan bea meterai dan pengenaan tanggungan ke bank dipastikan akan menambah biaya operasional bank. Kendati demikian, pihaknya menolak untuk berkomentar lebih lanjut terkait hal tersebut.

Sekadar tambahan informasi saja, merujuk pemberitaan yang dimuat Harian KONTAN (5/7) penerapan meterai satu harga sebesar Rp 10.000 ini pemerintah bisa meraup penerimaan negara sebesar Rp 8.46 triliun.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyatakan sejak tahun 2000-2017, pemasukan dari bea meterai tumbuh 3,6 kali, yakni dari Rp 1,4 triliun di tahun 2001 menjadi Rp 5,08 triliun di tahun 2017.

Selama ini peredaran meterai tarif Rp 6.000 paling dominan. Kemkeu mencatat, volume peredaran meterai tahun 2017 mencapai 846.666.667 lembar.

Target penerimaan bea meterai ini masuk dalam pendapatan pajak lainnya. Tahun ini target pendapatan lainnya mencapai Rp 8,62 triliun naik 13,4% dari 2018 yang sebesar Rp 7,60 triliun. Pemerintah berharap, peningkatan transaksi sektor jasa keuangan turut meningkatkan penggunaan bea meterai tahun ini.

Selain mengubah tarif, pemerintah ingin memperluas objek bea meterai tidak terbatas dokumen kertas, melainkan juga dokumen digital. Maklum, masyarakat semakin akrab bertransaksi menggunakan jaringan internet dan dokumen digital. Oleh karena, dokumen digital menjadi objek baru penerapan meterai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×