kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Bos Bank Digital Beberkan Strategi Bertahan Hadapi Persaingan yang Kian Ketat


Selasa, 15 Agustus 2023 / 17:20 WIB
Bos Bank Digital Beberkan Strategi Bertahan Hadapi Persaingan yang Kian Ketat
ILUSTRASI. Persaingan yang kian ketat di industri perbankan khususnya segmen bank digital, mengharuskan para bank digital untuk mengatur strategi/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/01/2023.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persaingan yang kian ketat di industri perbankan khususnya segmen bank digital, mengharuskan para bank digital untuk mengatur strategi bertahan dalam persaingan.

Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Indonesia Tbk, Bhimo Wikan Hantoro mengatakan, bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat.

“Di perusahaan kami, hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) kami," kata Bhimo dalam siaran pers, Selasa (15/8).

Baca Juga: Hati-hati, Bank Digital Bisa Ditinggalkan Nasabahnya Jika Tak Ada Inovasi

CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Artinya, kata Bhimo, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.

Sebagai sebuah perusahaan bank digital yang berada di bawah naungan grup bank besar—PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk—Bank Raya juga mengedepankan efisiensi dalam setiap lini operasional.

Lebih dari 90% proses internal di Bank Raya, kata Bhimo, telah dilakukan secara terautomasi. Dalam hal inovasi pun, ia melanjutkan, Bank Raya terus menghadirkan produk baru agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah. Sepanjang 2021-2022, sebagai contoh, Bank Raya mengajukan 8 izin (produk baru) ke Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.

“Ini merupakan upaya kami untuk menangkap kebutuhan niche market yang berbeda dengan target pasar Bank BRI yang lebih massal. Dan kami menyadari bahwa kebutuhan niche market ini terus berubah sesuai perkembangan zaman," kata Bhimo.

Hal lain yang membuat bank digital berbeda dengan bank konvensional adalah aspek costumer journey alias pengalaman nasabah saat menggunakan aplikasinya. Bhimo sepakat bahwa perusahaan bank digital harus mampu menghadirkan layanan dan produk yang sangat terpersonalisasi bagi para nasabahnya.

“Bank harus membuat nasabah merasa nyaman setiap kali berinteraksi dengan kami, baik melalui aplikasi atau saluran lain. Cara membuat nyaman mereka adalah dengan menyediakan layanan yang memahami kebutuhan setiap nasabah," kata Bhimo.

Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk, Lena Chow, menekankan bahwa kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat.

“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu," kata Lena dalam siaran pers, Selasa (15/8).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2022, pengguna ponsel pintar di Indonesia baru sebanyak 192,15 juta orang atau 67,8% dari total populasi. Dari jumlah itu pun, kata Lena, belum semua pengguna ponsel pintar sudah memiliki kebutuhan perbankan digital. Kebutuhan itu baru akan muncul jika masyarakat sudah mulai merasa nyaman dengan internet dan memiliki kebiasaan melakukan transaksi keuangan digital.

Baca Juga: Bank Digital Menjaga NPL Lewat Kemitraan

“Karena itu, kehadiran bank digital sebetulnya bisa turut membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ujar Lena.

Hal tersebut bisa jadi peluang bagi perusahaan bank digital, terlebih hampir 50% masyarakat Indonesia belum menjadi nasabah bank, baik digital maupun konvensional.

“Kehadiran bank digital bisa mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang terlayani oleh perbankan. Sifat bank digital yang fleksibel dan produk yang beragam juga bisa turut meningkatkan literasi keuangan masyarakat,” ujar Lena.

Menurut Lena, masyarakat bisa tahu bahwa layanan bank bukan hanya untuk menyimpan uang, tapi juga untuk memperoleh pembiayaan, investasi, dan lainnya. Bank digital bisa memanfaatkan peluang dari kondisi tersebut dengan menyediakan ekosistem layanan menyeluruh bagi konsumennya.

“Selain untuk kebutuhan penyimpanan uang dan pembiayaan, bank digital juga bisa menjadi semacam alat mengelola keuangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat," kata Lena.

Layanan semacam ini, kata dia, yang pada akhirnya bisa membuat nasabah bank digital mendapatkan pengalaman menyeluruh dan bisa menjadi nasabah loyal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×