kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

BPJS Ketenagakerjaan Bayar Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan Rp 264,61 Miliar


Senin, 23 September 2024 / 20:22 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Bayar Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan Rp 264,61 Miliar
ILUSTRASI. Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belakangan ini masih marak terjadi. KONTAN/Baihaki/13/8/2024


Reporter: Nadya Zahira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belakangan ini masih marak terjadi. Hal ini  berdampak pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, di mana pencarian manfaat mengalami kenaikan. 

Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), jumlah pekerja terkena PHK Januari-Agustus 2024 mencapai 190.639 pekerja, naik 27,75% (YoY) dibanding periode Januari-Agustus 2023 sebanyak 149.227 pekerja.

Menanggapi hal ini, Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun menyebutkan hingga Agustus 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sekitar 37 ribu lebih pekerja ter PHK dengan total nominal mencapai Rp 264,61 miliar. Nominal tersebut meningkat 13% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. 

Baca Juga: Per Agustus 2024, Investasi BPJS Ketenagakerjaan Terbesar Ditempatkan di Obligasi

Sedangkan untuk klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Oni bilang, tercatat sejumlah 2,07 juta klaim dengan total nominal manfaat yang dibayarkan mencapai Rp31,17 triliun. 

"Dari total kasus klaim JHT tersebut, sebesar 57,91% disebabkan karena peserta mengundurkan diri, dan 29,93% lainnya disebabkan oleh PHK," kata Oni kepada Kontan.co.id, Senin (23/9). 

Dengan kondisi tersebut, ditambah perekonomian global dan nasional yang masih mengalami volatilitas luar biasa, ia mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan terus berkomitmen untuk mengelola JHT dan JKP secara profesional, hati-hati, dan sesuai aturan yang berlaku.

"Kami mengelola dengan prinsip liability driven, yang artinya kita tidak hanya mencari return, tapi kita juga memastikan bahwa klaim dari peserta bisa kita bayarkan," imbuhnya, 

Untuk mekanismenya, Oni mengatakan bahwa manfaat bagi peserta yang telah terdaftar pada program JKP dan telah memenuhi persyaratan, maka ketika menghadapi PHK dapat memperoleh manfaat berupa uang tunai, manfaat akses informasi pasar kerja, dan manfaat pelatihan kerja. 

Sementara itu, untuk manfaat program JHT, manfaatnya berupa uang tunai yang besarnya adalah akumulasi dari seluruh iuran yang telah dibayarkan ditambah dengan hasil pengembangannya. 

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Kantongi Hasil Investasi Rp 31,2 Triliun

Oni memprediksi, ke depannya gelombang PHK kemungkinan masih akan terus berlanjut, maka dari itu pihaknya menyiapkan strategi yang antisipatif dalam mengelola portfolio investasi dengan memperhatikan kondisi likuiditas, solvabilitas, optimasi hasil investasi, dan prinsip kehati-hatian. 

Tercatat hingga Agustus 2024, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 767,23 triliun, yang mana terdiri dari dana kelolaan JHT nilainya sejumlah Rp 479,53 triliun, meningkat 9,42 triliun dari Agustus tahun lalu. Kemudian JKP sejumlah Rp 13,31 triliun, naik 11,77% pada periode yang sama di tahun lalu.

Lebih lanjut, Oni menyebutkan jumlah dana kelolaan tersebut juga terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) senilai Rp 64,53 triliun, naik 13,10% secara year on year (YoY). Lalu Jaminan Pensiun (JP) sebesar Rp 179,32 triliun, tumbuh 20,94% YoY, diikuti Jaminan Kematian (JKM) sebesar Rp 16,8 triliun naik 4,78% YoY, serta BPJS  Rp 13,31 triliun, naik 11,77% YoY. 

PHK yang Semakin Besar akan Berdampak pada Dana Kelolaan JKK dan JKM 

Selaras dengan hal ini, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa program JKK dan JKM adalah program terbesar yang diikuti oleh masyarakat dalam BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan kepesertaan lainnya tidak terlalu banyak.

Baca Juga: Dana Kelolaan BPJS Ketenagakerjaan Tumbuh 12,55% per Agustus 2024

Oleh karena itu, ia menilai peningkatan PHK yang semakin besar akan berdampak pada dana kelolaan JKK dan JKM 

Untuk itu perlu memang peningkatan jumlah PHK diwaspadai di program JKK  JKM.

Selain itu, Timboel mengatakan bahwa pekerja formal merupakan peserta terbanyak di program BPJS Ketenagakerjaan. Namun, ada kepesertaan lainnya yaitu Bukan Penerima upah (informal), Pekerja migran Indonesia, dan pekerja jasa konstruksi.

Lebih lanjut, menurut dia adanya peningkatan PHK juga akan menyebabkan berkurangnya peserta sehingga berdampak pada penurunan jumlah iuran. 

“Iuran yang turun disertai kenaikan klaim kasus menyebabkan rasio klaim meningkat. 

Dan ini akan menyebabkan berkurangnya ketahanan dana. Ketahanan dana yang berkurang akan membuat pembayaran klaim terganggu akhirnya pekerja dirugikan,” kata Timboel kepada Kontan.co.id, Senin (23/9). 

Sedangkan untuk JKP, menurut dia semakin banyak yang ter PHK, maka klaim rasio JKP akan lebih meningkat sehingga berdampak pada ketahanan dana. Timboel juga menilai, saat ini manfaat JKP masih sangat layak. 

Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Bayarkan Manfaat untuk Pilot Asal Selandia Baru

Peningkatan PHK Berdampak pada Iuran BPJS Ketenagakerjaan

Sementara itu, Perencana Keuangan Mike Rini menambahkan peningkatan jumlah PHK memang dapat berdampak terhadap pertumbuhan iuran BPJS. Ia menerangkan, ketika jumlah peserta berkurang akibat PHK, secara logis akan ada penurunan dalam total iuran yang diterima. 

Namun, ia menegaskan bahwa dampaknya mungkin tidak selalu linier karena sebagian pekerja yang di PHK, kemungkinan besar tetap membayar iuran secara mandiri untuk menjaga keberlangsungan jaminan sosial mereka. Kemudian, menurut dia, peningkatan jumlah peserta baru dari sektor lain atau usaha baru bisa mengimbangi sebagian dari iuran yang hilang. 

Tak hanya itu, Mike bilang, BPJS memiliki program dan skema kepesertaan, termasuk untuk pekerja informa dan wirausaha yang dapat membantu memitigasi dampak PHK. Meski demikian, menurut dia jika tren PHK terus meningkat, tentu ada tantangan bagi BPJS untuk memaksimalkan pertumbuhan iuran. 

Lebih lanjut, Mike menyebutkan untuk program JKP sendiri, pekerja akan mendapatkan manfaat uang tunai 45% dari upah terakhir (maksimal Rp 5 juta) selama 3 bulan dan 25% untuk 3 bulan selanjutnya. 

Dengan begitu, dia menilai bahwa jumlah Rp 5 juta tersebut masih cukup membantu para pekerja yang terkena PHK. Namun, terkait apakah Rp 5 juta selama 6 bulan itu cukup di masa sekarang, menurutnya  tergantung dari beberapa faktor salah satunya seperti domisili. 

Jika di kota besar seperti Jakarta, Mike menilai Rp 5 juta selama 6 bulan kemungkinan besar kurang mencukupi. Sedangkan di kota-kota kecil relatif cukup. Selain itu, juga tergantung dari tanggungan keluarga, di mana bagi yang memiliki tanggungan besar, maka jumlah tersebut kurang memadai.

 Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan Jaminan Kecelakaan Kerja

“Lalu selanjutnya tergantung juga dari gaya hidup dan kebutuhan (pengeluaran) tiap orang yang berbeda-beda. Kondisi ekonomi saat ini dengan inflasi dan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok, nilai riil dari Rp 5 juta mungkin tidak sebesar saat program pertama kali di rancang,” kata Mike kepada Kontan.co.id, Senin (23/9). 

Dengan demikian, menurut Mike meskipun manfaat ini sudah cukup membantu sebagai jaringan pengaman sementara, ada beberapa alasan mengapa manfaat tersebut mungkin perlu ditingkatkan. 

Misalnya, nilai nominal perlu disesuaikan dengan inflasi secara berkala, memperpanjang durasi manfaat dari 6 bulan ke 12 bulan, serta meningkatkan persentase upah terakhir yang menjadi dasar pemberian manfaat. 

“Namun ingat ya, peningkatan manfaat harus diimbangi dengan perhitungan aktuaria yang tepat untuk menjaga keberlangsungan program dalam jangka panjang,” imbuhnya. 

Yang tak kalah penting, dia menilai bahwa program JKP harus diperkuat dengan program pendukung, seperti pelatihan keterampilan dan bantuan pencarian kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×