Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi sepanjang 2022 telah mempengaruhi jumlah klaim yang harus dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan untuk program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Jika mengacu pada data yang dicatat BPJS Ketenagakerjaan hingga November 2022, nominal manfaat tunai yang dibayarkan untuk program JKP senilai Rp 34,1 miliar untuk 8.759 peserta.
Sebagai informasi, program JKP baru mulai dibayarkan pada awal tahun 2022. Semenjak itu, klaim yang diberikan kepada peserta mencatatkan tren pertumbuhan.
Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Beri Kepastian Untuk Siapa?
Secara rinci, Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengungkapkan, tren kenaikan mulai terlihat sejak September 2022, dimana ada lebih dari 1.000 tenaga kerja dan terbanyak tenaga kerja yang menerima terjadi di Oktober 2022.
“Sebanyak 2.169 tenaga kerja, dengan manfaat uang tunai yang dibayarkan Rp 7,09 miliar,” ujar Oni kepada KONTAN, Kamis (5/1).
Ia menegaskan BPJS Ketenagakerjaan bakal selalu siap untuk memberikan manfaat kepada peserta saat risiko di dalam pekerjaan terjadi. Termasuk, risiko kehilangan pekerjaan tersebut.
“Saat ini dana kelolaan program JKP mencapai Rp 9 triliun,” ujarnya.
Di sisi lain, Oni menyebutkan, pekerja yang paling banyak mengajukan klaim program JKP berasal dari sektor industri barang konsumsi. Misalnya, industri rokok, industri pakaian dan tekstil.
Sektor yang paling banyak mengajukan klaim JKP ialah industri dasar dan kimia, antara lain pabrik kimia dan logam.
“Serta perdagangan dan jasa seperti perhotelan, toko, dan perkantoran,” jelasnya.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Telah Bayarkan Klaim JKP Senilai Rp 34,1 Miliar
Sebelumnya, Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Ridwan mengungkapkan dana investasi JKP banyak dialokasikan pada instrumen deposito sekitar 90%. Sisanya, portofolio ditempatkan pada instrumen obligasi negara jangka pendek.
“Ditempatkan juga pada surat utang negara jangka pendek yang likuid sebagai penerapan dari strategi dynamic asset allocation dalam memanfaatkan kenaikan tingkat suku bunga yang sedang terjadi saat ini,” jelasnya kala itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News