Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren suku bunga yang terus meningkat membuat kecenderungan risiko kredit atau non-performing loan (NPL) bakal ikut naik. Meski begitu, sejumlah bank menilai kenaikan kredit bermasalah ini tak semerta-merta dipengaruhi oleh naiknya tingkat suku bunga perbankan.
Meski begitu, risiko kenaikan NPL tetap akan terus ada. PT Bank Bukopin Tbk mengatakan saat ini sektor yang paling menyumbang NPL perseroan mayoritas berasal dari sektor perdagangan. Hanya saja, risiko tersebut tak sepenuhnya berasal dari kenaikan suku bunga yang naik melainkan kondisi sektor usahanya.
"Jika ada debitur yang kondisinya memburuk, bukan semata-mata karena tingkat suku bunga kredit namun lebih ke arah kondisi sektor usahanya," ujar Direktur Operasional dan Teknologi Informasi (TI) Bukopin Adhi Brahmantya kepada Kontan.co.id, Senin (25/6).
Pasalnya, Adhi menilai kenaikan suku bunga saat ini utamanya dikarenakan Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya menjadi 4,75%. Hal ini pun menurut perseroan dilakukan BI untuk menjaga nilai tukar Rupiah pasca penguatan mata uang Amerika Serikat (AS). Artinya, secara industri, kondisi ekonomi di Indonesia masih terbilang stabil.
Pun, Bukopin sendiri mengatakan sejauh ini rasio NPL perseroan masih dalam batas yang wajar dan termitigasi. Hingga akhir tahun, bank bersandi emiten bursa BBKP ini masih memproyeksi rasio NPL berada di level 3,5%. Target tersebut jauh lebih rendah dibanding realisasi NPL net perseroan akhir 2017 yang menanjak 6,37%. Adapun, secara gross NPL Bukopin per Maret 2018 masih tinggi yakni 6,4%.
"Sektor penyumbang NPL di segmen perdagangan besar. Kondisi NPL saat ini masih manageable dan masih kami hitung (besarannya) karena masih ada waktu sampai akhir bulan," sambung Adhi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News