Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Mata dan telinga para ekonom di seluruh dunia kembali tertuju ke Amerika Serikat (AS). Hari ini, Dewan Gubernur bank sentral AS kembali menggelar sidang Federal Open Market Committee (FOMC).
Di rapat inilah, The Federal Reserves alias The Fed memutuskan besaran bunga acuan di AS. Para ekonom tak lagi berharap The Fed memangkas bunga malam nanti. Maklumlah bunga The Fed sudah berkisar 0%-0,25%. "Sudah mentok," ujar David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Para ekonom yang dihubungi KONTAN yakin, Fed akan mempertahankan bunga acuan. Untuk memutar kembali roda ekonomi, AS membutuhkan tingkat bunga serendah mungkin.
Jika konsensus pasar benar, maka Bank Indonesia (BI) punya ruang luas untuk memangkas BI rate yang kini 8,75%. "Kami mengharapkan penurunan 50 basis poin (0,5%) lagi pekan depan," ujar Anton Gunawan, Ekonom PT Bank Danamon Tbk.
Senada, David memprediksi, BI paling tidak memangkas bunganya antara 0,25%-0,5%. Dengan catatan, inflasi tahun ini bisa ditekan. David sendiri meramalkan, inflasi 2009 akan bergerak di kisaran 5,1%. "Biasanya, BI menjaga selisih BI rate 1,5%-2% di atas inflasi," imbuh David.
Efek ke rupiah kecil
Para ekonom lebih memperhatikan rencana The Fed untuk menambah pasokan dolar. "Mereka akan mencetak uang untuk menggerakkan lagi aktivitas ekonomi," kata David.
Anton mencatat, pertumbuhan uang beredar di AS selama 2007-2008, mencapai 17%. Nilai pertambahan di periode itu sebesar US$ 230 miliar. "Pertumbuhan tertinggi terjadi selama September-Desember. Nilai uang beredar di periode itu naik hingga US$ 140 miliar," ungkap Anton.
Kendati pasokan dolar melonjak dan bunga rupiah jauh lebih menarik daripada dolar, kedua ekonom yakin rupiah tak akan banyak menguat. Selain kebutuhan dolar masih tinggi, investor juga masih enggan masuk ke Indonesia karena faktor risiko volatilitas rupiah. "Penurunan bunga harus dilihat sebagai stimulus sektor riil," tandas Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













