Reporter: Anna Suci Perwitasari |
JAKARTA. Dalam sebulan, Bank Indonesia (BI) harus merogoh kantong cukup dalam untuk melindungi nilai tukar rupiah. Penguatan dollar Amerika Serikat (AS) berhasil menggerus cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 5 miliar. Rinciannya, pada akhir Mei masih US$ 111,5 miliar sedangkan di akhir Juni lalu menjadi US$ 106,5 miliar.
Mata uang Garuda beberapa bulan terakhir menuntut perhatian otoritas moneter lebih tinggi. Sebab, dana asing tak sepenuhnya bisa dibendung untuk masuk dan keluar sesuai kondisi global.
Meski berkurang cukup dalam, bank sentral berusaha tenang. Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai wajar penurunan devisa negara untuk meredam fluktuasi.
Sebelum kondisi ekonomi berubah menjadi tidak tertebak, BI sempat memupuk cadangan devisa. Tujuannya, untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi global seperti saat ini. "Cadangan devisa kita masih besar. Kami sudah menaikkan cadangan devisa untuk jaga-jaga saat dibutuhkan seperti ini. Jadi jangan dirisaukan," katanya saat dijumpai di Jakarta, Jumat (6/7).
Sebenarnya, turunnya cadangan devisa Indonesia saat ini tidak hanya disebabkan satu faktor saja yakni dollar AS. Perry menyebutkan, dana yang masuk tak hanya dalam bentuk dollar AS, melainkan dalam mata uang lainnya seperti euro. Seperti diketahui, dua kawasan ini memegang kendali setir pasar dunia saat ini. Fluktuasi pergerakan euro dan dollar inilah yang akhirnya mempengaruhi cadangan devisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News