kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.220   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Dana Nasabah yang Tak Dijamin LPS Makin Banyak


Senin, 16 Maret 2009 / 08:30 WIB
Dana Nasabah yang Tak Dijamin LPS Makin Banyak


Sumber: KONTAN |

JAKARTA. Para bankir mengakui, semakin banyak dana masyarakat yang tak berhak ikut dalam program penjaminan. Ada dua penyebab mengapa dana masyarakat tak bisa mengikuti program penjaminan yang digelar Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Penyebab pertama, nilai simpanan per rekening mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Penyebab kedua, simpanan tersebut mendapatkan imbalan bunga lebih tinggi dibandingkan bunga simpanan wajar yang ditentukan LPS.

Seberapa banyak dana yang tidak masuk program penjaminan karena alasan pertama bisa kita lihat dari data LPS per akhir 2008. Nilai total kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp 2 miliar adalah Rp 955,11 triliun. Jika total dana masyarakat di perbankan mencapai Rp 1.768,72 triliun, berarti dana yang tak berhak mengikuti penjaminan karena punya saldo di atas Rp 2 miliar sebesar Rp 813,61 triliun.

Direktur Ritel Bank Mega Kostaman Thayib bilang, hanya sekitar 1%-2% dari total rekening deposito di Bank Mega yang bernilai di atas
Rp 2 miliar. Tapi, deposito kakap ini memang mendominasi porsi deposito. "Mereka memilih dengan sadar konsekuensi tidak dijamin oleh LPS," imbuh Kostaman.

Bank punya risiko

Namun sulit menghitung seberapa besar dana masyarakat di bank yang tak ikut program penjaminan karena mendapatkan bunga lebih tinggi dari bunga LPS. Keberadaan dana semacam ini hanya terungkap dari keterangan para pengelola bank.

Wakil Direktur Utama PT Bank Internasional Indonesia Tbk. (BII) Sukatmo Padmosukarso mengakui, 80% deposito di banknya memiliki nilai nominal tak lebih dari Rp 2 miliar. Tapi, dari 80% total deposito tersebut, sebanyak 60% tidak masuk dalam program penjaminan karena memberi bunga di atas bunga LPS.

Kostaman maupun Sukatmo yakin, para nasabah sudah mengetahui simpanan mereka tak dijamin LPS. "Itu terserah nasabah bila tidak mau menggunakan bunga LPS. Nasabah yang mendapat bunga di atas bunga LPS jelas tahu kalau uangnya tidak dijamin oleh LPS," tandas Sukatmo.

Merujuk kondisi ekonomi yang tak menentu, para bankir pernah mendesak agar LPS menaikkan saldo simpanan yang berhak masuk program penjaminan. "Sudah terlambat jika baru dinaikkan sekarang. Seharusnya peningkatan dilakukan September lalu ketika bank di seluruh dunia melakukannya," ujar Kostaman.

Jika saat itu LPS menaikkan nilai dana yang masuk program penjaminan, bank-bank tidak perlu memasang bunga tinggi seperti sekarang. Mereka pun bakal lebih fleksibel mengikuti penurunan BI Rate dan bunga LPS.

Jadi, biaya dana yang ditanggung bank tidak akan seberat sekarang. Bila LPS menaikkan nilai penjaminan sekarang, pengaruhnya tidak akan signifikan lagi.

Akan tetapi, menurut Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia Eric A. Sugandi, sudah saatnya bank menghitung ulang untung rugi mengiming-iming bunga tinggi ke nasabah. Bankir harus mewaspadai risiko likuiditas macet akibat tidak mampu membayar beban bunga itu. "Jangan sampai maksud hati menjaga likuiditas, namun di sisi lain likuiditas justru terancam," ujarnya.

Ia menambahkan, bank juga harus mengantisipasi kondisi itu dengan memarkir DPK di instrumen yang aman sekaligus memberi hasil tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×