Reporter: Christine Novita Nababan, Dea Chadiza Syafina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kondisi perekonomian nasional yang gamang membuat nyali pebisnis ragu-ragu berutang ke bank. Buktinya, kredit mubazir alias kredit yang belum dicairkan debitur (undisbursed loan) menembus Rp 1.177 triliun hingga Mei 2015.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), undisbursed loan industri perbankan tumbuh 15,9% pada lima bulan pertama ini, ketimbang periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 1.015,15 triliun. Pertumbuhan kredit menganggur itu juga lebih tinggi ketimbang sepanjang tahun 2014 yang naik 12,23% menjadi Rp 1.137 triliun.
"Penyediaan kredit oleh bank meningkat, tetapi tren pertumbuhan ekonomi kan menurun sesuai dengan tren dunia. Sehingga, kebutuhan kredit juga menurun," kata Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Jika ditilik dari jenisnya, undisbursed loan bank umum swasta nasional (BUSN) devisa paling banyak menumpuk atau mencapai 41% dari total kredit yang belum ditarik. Disusul bank pelat merah, bank asing dan bank campuran (lihat tabel).
Debitur bank besar
Dari sisi skala modal, debitur bank besar paling takut menarik pinjaman. Kredit menganggur Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III berkontribusi paling besar, yaitu, mencapai Rp 639,467 triliun atau melesat 29,8% ketimbang akhir tahun lalu. Diikuti oleh BUKU IV sebesar Rp 381,292 triliun atau naik 8,9%.
Bank Central Asia (BCA) salah satunya. Bank swasta paling beken ini mencatat, undisbursed loan tembus hingga Rp 148,311 triliun sampai Juni 2015, naik 18% secara tahunan (year on year/yoy). "Hal ini dikarenakan semua industri rata-rata menahan diri untuk menggunakan kredit, karena penjualan menurun," ujar Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama BCA.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, undisbursed loan BCA terdiri dari dua jenis, yakni kredit terhadap perusahaan BUMN dan lainnya. Di kelompok BUMN, kredit mubazir tercatat Rp 5,461 triliun. Sisanya non BUMN sebesar Rp 142,850 triliun.
Senada, Roy Arfandy, Direktur Utama Bank Permata menyatakan, sejumlah debitur menunda rencana ekspansi karena ekonomi melambat. "Perputaran dunia usaha tidak bagus. Sehingga penggunaan fasilitas kredit modal kerja menurun," tandas Roy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News