Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Andri Indradie
JAKARTA. Direktur Utama PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan perbankan tidak bisa membiayai semua proyek layak finansial infrastruktur. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana, risiko konsentrasi, dan missmatch. Menurutnya, dana perbankan yang bisa digunakan untuk pembiayaan paling tinggi hanya 5%-10% atau Rp 100 triliun.
Ia menyebutkan ada beberapa sumber pembiayaan alternatif yang bisa dijalankan pemerintah untuk mendanai infrastruktur. Pertama, Infrastructure Finance Company (IFC). Berbentuk perseroan dan sebagian sahamnya dimiliki pemerintah. Skema ini diterapkan di India dengan nama India Infradebt Limited.
Kedua, dana haji. Dana haji dapat ditempatkan pada investasi di produk perbankan, surat berharga, emas, dan investasi langsung. Ketiga, dana pensiun. Keempat, perusahaan asuransi atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Di sisi lain, pemerintah juga dapat menggunakan sekuritisasi. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan skema mirip Dana Investasi Real Estate yang mengikuti skema reksadana, namun objeknya berupa proyek infrastruktur.
"Sekuritisasi juga bisa dilakukan dengan kombinasi pembiayaan bank," ujar Jahja, Senin (30/3). Misalnya, untuk 5 tahun pertama proyek dibiayai dengan menggunakan pinjaman bank. Setelah 5 tahun, pinjaman diubah menjadi obligasi yang djual ke masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News