kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

DJSN: Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan Belum Diperlukan Hingga 2024


Senin, 24 Juli 2023 / 17:22 WIB
DJSN: Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan Belum Diperlukan Hingga 2024
ILUSTRASI. proyeksi perhitungan untuk Dana Jaminan Sosial (DJS) pada BPJS Kesehatan untuk tahun ini dan tahun 2024 masih sehat


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, proyeksi perhitungan untuk Dana Jaminan Sosial (DJS) pada BPJS Kesehatan di tahun 2023 dan tahun 2024 masih sehat.

Hal tersebut berdasarkan monitoring dan evaluasi (monev) DJSN sebagai pengawas eksternal BPJS Kesehatan. Dengan proyeksi DJS Kesehatan masih sehat pada 2023 dan 2024 maka Muttaqien menyebut, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan belum diperlukan.

"Begitupun proyeksi perhitungan di tahun 2023 dan 2024. DJS Kesehatan diproyeksikan masih kondisi sehat. Tidak diperlukan penyesuaian iuran," kata Muttaqien dalam keterangan tertulis, Senin (24/7).

Tahun 2022 sendiri DJS Kesehatan juga dianggap sehat. Dimana, dengan aset netto BPJS Kesehatan tahun 2022 yang mencapai Rp 56,51 triliun, mampu melakukan estimasi pembayaran klaim sampai 5,98 bulan.

Ia menjelaskan, pada tahun 2023, Pemerintah mengambil kebijakan untuk perbaikan mutu layanan kepada Peserta. Dilakukan melalui penyesuaian tarif fasilitas kesehatan di Permenkes 3 Tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program JKN.

Baca Juga: Kabar Baik, Iuran Kepesertaan BPJS Kesehatan Tak Akan Naik hingga Akhir 2024

Kebijakan tersebut penting sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif bagi fasilitas kesehatan.

"Dengan kebijakan tersebut serta mempertimbangkan penambahan biaya skrining dengan memperkuat promotif dan preventif untuk mengetahui potensi resiko penyakit peserta serta tindak lanjut sesuai dengan indikasi medisnya, perluasan faskes agar lebih mudah diakses peserta, peningkatan kapasitas pelayanan, pandemi covid menjadi endemi, memperhatikan dampak penyintas Covid-19 yang semuanya tentu meningkatkan biaya pelayanan di BPJS Kesehatan," jelasnya.

Adapun peningkatan biaya pelayanan tersebut dikembalikan semuanya untuk perbaikan pelayanan peserta.

Selanjutnya dengan resminya Indonesia menjadi endemi, maka akan mengakibatkan jumlah pengguna di fasilitas kesehatan (faskes) meningkat. Potensi kenaikan jumlah pengunjung faskes pasca pandemi dapat dihindari dan dikelola sejak dini.

Muttaqien menyebut, untuk tahun 2023 hingga 2025 Manajemen BPJS Kesehatan dan stakeholder terkait diharapkan melakukan penguatan manajemen resiko dalam pengelolaan program JKN, memperkuat kendali mutu dan biaya,  pengendalian fraud yang lebih baik,  melakukan monev terpadu seluruh Kementerian/Lembaga (K/L).

Juga termasuk secara rutin terus melakukan monitoring terkait perhitungan aktuaria sesuai dengan standar jaminan sosial yang berlaku umum. Hal tersebut agar dapat dihindari serta diantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan dari potensi tersebut.

Selain itu, dari sisi penerimaan dapat ditingkatkan dengan menjaga keaktifan  peserta, penambahan peserta baru dan reaktivasi peserta yang sebelumnya pernah terdaftar di BPJS Kesehatan.

"Sesuai arahan Presiden untuk menjaga ketahanan DJS Kesehatan dan perbaikan mutu layanan JKN serta berdasarkan perhitungan aktuaria maka diproyeksikan belum dibutuhkan penyesuaian iuran JKN sampai akhir tahun 2024," ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam Perpres 64 Tahun 2020 Pasal 38 menyatakan besaran iuran ditinjau paling lama 2 tahun sekali, dengan menggunakan standar praktek aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum dan sekurang-kurangnya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan kemampuan membayar iuran.

Besaran Iuran regulasinya diatur di Peraturan Presiden, sehingga perubahan apapun  terkait iuran baik besaran, waktu pelaksanaan, maupun mekanismenya akan dikoordinasikan antar Kementerian/Lembaga dan diputuskan  melalui Perpres.  

Baca Juga: BPJS Kesehatan: Skema Pengumpulan JKN di Indonesia Jadi yang Terbesar di Dunia

Muttaqien menuturkan, apabila proyeksi terjadi, belum tentu dilakukan kebijakan penyesuaian iuran. Terdapat tiga opsi pilihan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah  No 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.

Pertama, penyesuaian iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan Dana Jaminan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, penyesuaian manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pemerintah selalu sangat berhati-hati terkait kebijakan iuran dan terpenting memperhatikan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran. Sehingga masyarakat diharapkan tenang sebelum ada kebijakan yang ditetapkan," imbuhnya.

Oleh karena itu, DJSN menegaskan diperlukan identifikasi, mitigasi resiko dan langkah kongkrit sejak dini agar program JKN dapat terus berlanjut, semakin bermutu, dan memberikan manfaat kepada masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×