kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dorong Kredit, BI Bakal Naikkan Insentif Likuiditas Perbankan Jadi Rp 156 Triliun


Rabu, 13 September 2023 / 16:13 WIB
Dorong Kredit, BI Bakal Naikkan Insentif Likuiditas Perbankan Jadi Rp 156 Triliun
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menaikkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) bagi perbankan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan secara cepat ke sektor-sektor prioritas menjadi 4% sehingga totalnya diperkirakan akan mencapai Rp 156 triliun. Bentuknya adalah potongan untuk setoran giro wajib minimum (GWM) dari yang saat ini sebesar 9%.

Sebelumnya, besaran likuiditas yang ditetapkan BI sebesar 2,8% dari dana pihak ketiga perbankan, kini meningkat menjadi 4%. Sehingga GWM yang perlu bank-bank setorkan ke Bank Indonesia jika mampu memanfaatkan seluruh ruang kredit itu hanya sekitar 6%.

“Sehingga total insentif likuiditas yang diberikan dengan asumsi semua perbankan memenuhi itu menjadi Rp 156 triliun untuk penyaluran ke sektor prioritas,” kata Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam seminar “Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) di Jakarta, Rabu (13/9).

Hal ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial guna mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS).

Baca Juga: Allianz Indonesia Sebut Kenaikan Penyaluran KPR Mendongkrak Asuransi Properti

Adapun sektor-sektor kredit yang bisa mendapatkan insentif itu terbagi ke empat sektor. Sektor pertama adalah hilirisasi minerba seperti industri di sektor nikel, timah, tembaga, bauksit, serta besi baja, emas perak, aspal buton, maupun batubara.

Untuk sektor hilirisasi minerba, bank-bank didorong untuk meningkatkan kredit mulai dari 3%-7% untuk mendapat potongan giro wajib minimum (GWM) sebesar 0,2%. Sedangkan bagi yang bisa menyalurkan di atas 7% akan mendapatkan insentif sebesar 0,3%.

Kedua, insentif bagi sektor non minerba seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan CPO dan tebu, tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan. Khusus sektor ini perbankan akan mendapatkan insentif potongan GWM sebesar 0,6% jika mampu meningkatkan kredit sebesar 3%-7% dan potongan 0,8% jika dapat mencatatkan pertumbuhan kredit di sektor tersebut di atas 7%.

Ketiga yakni untuk sektor perumahan, seperti KPR dan KPA, konstruksi gedung tempat tinggal, serta real estate tempat tinggal. Melalui sektor ini perbankan akan mendapat insentif 0,5% jika penyaluran kredit mereka mampu tumbuh di kisaran 3%-7%. Apabila bank dapat menyalurkan kredit di atas 7%, maka akan mendapatkan insentif 0,6%.

Sektor prioritas terakhir adalah pariwisata yang terdiri dari penyedia akomodasi, makanan, dan minuman. Insentif yang disiapkan sebesar 0,25% jika kreditnya tumbuh 3-7%, dan insentif sebesar 0,3% jika kreditnya tumbuh 7%.

Ada pula untuk insentif likuiditas pembiayaan inklusif yang besaran insentifnya 0,1%-1% jika Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)-nya mampu di atas 10-50%. Juga untuk ulta mikro atau UMi 0-3% dengan insentif 0,3-0,5%.

Terakhir adalah insentif likuiditas makroprudensial untuk pembiayaan hijau dengan besaran potongan GWM 0,3-0,5% untuk yang mampu memberikan pangsa kredit atau pembiayaannya di sektor lingkungan sebesar 0-5%.

Baca Juga: Semester I, BCA Syariah Catatkan 6 Juta Transaksi yang Didominasi Via Mobile Banking

Dengan demikian, total penetapan besaran insentif paling besar 4%, meningkat dari sebelumnya paling besar 2,8%. Sehingga GWM yang perlu bank-bank setorkan ke Bank Indonesia jika mampu memanfaatkan seluruh ruang kredit itu hanya sekitar 6%.

“Dengan kebijakan ini diharapkan secara pertumbuhan ekonomi kita di tahun ini bisa tetap kuat dan momentum pertumbuhan bisa terjaga. Karena kita tahu tantangan dari sisi global tidak ringan, terjadi pelemahan ekonomi global dan inflasi yang masih tinggi sehingga di domestik kita harus cari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi salah satunya melalui cara ini,” ungkap Juda. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×