kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

GWM dan Suku Bunga Naik, Bank Andalkan PUAB untuk Penuhi Likuiditas Jangka Pendek


Senin, 10 Oktober 2022 / 17:57 WIB
GWM dan Suku Bunga Naik, Bank Andalkan PUAB untuk Penuhi Likuiditas Jangka Pendek
ILUSTRASI. Transaksi pasar uang antar bank (PUAB) kian semarak./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulator mengklaim likuiditas perbankan masih cukup longgar hingga saat ini, kendati demikian transaksi pasar uang antar bank (PUAB) kian semarak. Terlebih, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan giro wajib minimum 9% atau tertinggi sepanjang masa. 

Di sisi lain, kenaikan bunga bank sentral dan diikuti dengan bunga penjamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), membuat perbankan berpacu mengerek bunga simpanan. Ini menandakan, perbankan semakin berlomba mendapatkan likuiditas guna memacu pertumbuhan kredit di sisa 2022. 

Data BI menunjukkan volume rata-rata harian transaksi harian PUAB per Agustus meningkat 109,51% secara tahunan dari Rp 5,26 triliun menjadi Rp 11,02 triliun. Padahal, rata-rata harian frekuensi hanya naik 23,26% secara tahunan dari 86 juta menjadi 106 juta di Agustus. 

Baca Juga: DPK Valas Perbankan Tumbuh 12,1% Jadi Rp 1.049,6 Triliun hingga Agustus

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut PUAB masih menjadi salah satu opsi dalam pemenuhan kebutuhan  likuiditas. 

Sekretaris Perusahaan BRI Oryza Gunarto menyatakan BRI aktif berpartisipasi dalam transaksi pasar uang antar bank atau interbank call money. 

“Posisi BRI pada instrumen pasar uang antar bank dapat sebagai lender maupun borrower, hal ini tentunya bergantung pada kondisi likuiditas masing- masing bank. Transaksi PUAB BRI mengalami kenaikan, dimana posisi September 2022 mengalami kenaikan sebesar 28,7% secara tahunan dibandingkan posisi yang sama tahun lalu,” ujar Aestika kepada Kontan.co.id pada Senin (10/10). 

Aestika menyatakan strategi BRI dalam  pemenuhan Likuiditas jangka pendek selain melakukan pemenuhan via PUAB, juga melakukan pemenuhan melalui transaksi Repo. Transaksi Repo  merupakan salah satu fondasi bagi pengembangan pasar keuangan nasional. 

“Instrumen repo memiliki fitur kolateral dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek perbankan, sehingga Bank dapat mengoptimalkan utilisasi surat berharga yang dimiliki untuk dijadikan kolateral dalam transaksi repo,” tambahnya. 

BRI memproyeksikan transaksi pasar uang antar bank akan semakin meningkat hingga akhir tahun. Ini sebagai respon dari normalisasi kebijakan moneter BI di bulan september 2022 dengan kenaikan gradual GWM sebesar 9,00%. 

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyatakan, pihaknya memanfaatkan ekses likuiditas di pasar dengan mengambil posisi peminjam jangka pendek. Ini seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI guna mendapatkan efisiensi di sisi liabilitas.

“Kami melihat transaksi PUAB hingga akhir tahun ini akan semakin ramai karena perbankan pada khususnya dengan kondisi pasar saat ini akan terus berupaya melakukan optimalisasi dan efisiensi terkait likuiditas nya,” papar Yuddy kepada Kontan.co.id. 

Baca Juga: Likuiditas Valas Ketat, Begini Dampaknya bagi Indonesia

Sedangkan Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu menyebut melakukan transaksi PUAB hingga saat ini. Namun, ia menyebut masih relatif stabil dan umumnya berperan sebagai pemberi pinjaman. 

Ia menyatakan dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, Bank Ina melakukan penempatan dana di BI dan surat utang negara (SUN). Ia memproyeksi transaksi PUAB menjelang akhir tahun akan terjadi peningkatan tetapi masih dalam batas wajar karena perbankan sudah mempersiapkannya. 

Bank Syariah Ikut Perkuat PUAS

Guna memperkuat pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menandatangani Kerjasama terkait transaksi Sertifikat Pengelolaan Dana Berdasarkan Prinsip Syariah (SIPA) dengan delapan bank lainnya. Mereka adalah Bank Mandiri, BPD Riau Kepri Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Aladin Syariah, Bank BCA Syariah, Bank Kaltimtara Syariah, Bank Mega Syariah dan Bank BTPN Syariah. 

Kerjasama ini meliputi kesepakatan pelaksanaan aktivitas transaksi Pasar Uang dengan memanfaatkan Surat Berharga Syariah Negara yang dimiliki Bank. Sinergi ini menjadi perluasan kesepakatan yang telah dilakukan BSI bersama dua bank sebelumnya, yakni bank BJB Syariah dan Bank Muamalat. 

Perkembangan transaksi Sertifikat Pengelolaan Dana Berdasarkan Prinsip Syariah (SIPA) per September 2022, yang telah dilakukan BSI mencapai Rp 2,3 triliun. Maka dengan adanya sinergi kelanjutan ini, BSI optimis dapat menembus transaksi ini mencapai Rp 4 triliun hingga akhir tahun 2022. 

Baca Juga: BI Catat DPK Valas Perbankan Tumbuh 12,1% Jadi Rp 1.049,6 Triliun Per Agustus

Penandatanganan master agreement atau perjanjian induk tersebut dilakukan oleh Direktur Treasury & International Banking BSI, Moh. Adib.

“Dengan adanya kerjasama ini, semakin memperluas dan memperkuat struktur perbankan syariah, baik dari aspek bisnis, permodalan, aset maupun likuiditas. Langkah strategis ini juga dapat menjadi salah satu pendukung untuk mendorong penguatan struktur moneter syariah” ujar Adib.

Melalui Sertifikat Pengelolaan Dana Berdasarkan Prinsip Syariah (SIPA), Bank Indonesia memiliki komitmen dalam memperkuat perekonomian berbasis syariah. Di antaranya dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No. 22/9/PBI/2020 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah atau PUAS. Kebijakan tersebut dikeluarkan dalam rangka penguatan struktur moneter, khususnya pada industri perbankan syariah.

Kerjasama ini, lanjut Adib, akan menjadi lanjutan sinergi yang bertujuan untuk meningkatkan ukhuwah dan kolaborasi antar pelaku perbankan syariah dan pasar keuangan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×