Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran industri pinjaman online (pinjol) bagaikan pisau bermata dua memang benar adanya. Selain memudahkan seseorang untuk mendapatkan pinjaman, namun akan berefek domino jika gagal melunasi pinjaman tersebut.
Terlebih, baru-baru ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan POJK 18/POJK.03/2017 Tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (POJK SLIK). Di mana, Penyelenggara Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau biasa dikenal dengan pinjol masuk sebagai pelapor SLIK.
Artinya, penambahan pihak yang wajib menyampaikan informasi pendukung aktivitas penyediaan dana pada SLIK membuat informasi terkait debitur akan menjadi lebih komprehensif.
Baca Juga: Ini Kata Kuasa Hukum Lender Soal Kesaksian Eks Direktur OJK di Sidang TaniFund
Saat ini, beberapa fenomena yang mulai marak terjadi adalah gagalnya nasabah mengajukan KPR karena memiliki riwayat buruk dalam melakukan pinjaman melalui pinjol. Dalam hal ini, terkait riwayat gagal bayar.
Bahkan, asosiasi pengembang real estate Indonesia atau REI mencatat bahwa 40% pengajuan KPR gagal yang diakibatkan skor kredit yang kurang baik di pinjol. Alhasil, bank pun menolak pengajuannya.
Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Welly Yandoko mengamini adanya fenomena tersebut. Ia bercerita bahwa mendapat informasi yang sama terkait nasabah yang gagal KPR karena pernah gagal bayar di pinjol.
Di BCA sendiri, Welly memastikan bahwa fenomena tersebut juga ditemukan. Namun, Welly melihat hal tersebut tak sebanyak data yang dimiliki oleh REI. “Kalau di kita itu jumlahnya di bawah 10%,” ujar Welly, akhir pekan lalu.
Baca Juga: NPL Kredit Properti Mulai Naik
Ia berpandangan bahwa angka 40% yang dimiliki oleh REI itu merupakan gabungan antara KPR subsidi dan non subsidi. Sementara, di BCA saat ini lebih fokus pada sektor KPR non subsidi yang berada di kisaran harga Rp 300 juta hingga Rp 1 miliar.