kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Inflasi bisa bikin nasabah ogah melirik deposito


Jumat, 02 Agustus 2013 / 15:05 WIB
Inflasi bisa bikin nasabah ogah melirik deposito
ILUSTRASI. Tersangka Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro memasuki gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Agung di Jakarta, Kamis (16/4/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laju inflasi Juli 2013 mencapai 3,29%, sehingga inflasi tahunan (year on year) tercatat 8,61% dan inflasi tahun kalender 6,75%. Kondisi ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja perbankan.

Sebab, pengamat perbankan dari Universitas Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko menilai, inflasi yang tinggi akan mengganggu penyaluran kredit. Dengan kondisi inflasi saat ini, Agustinus memproyeksikan, pertumbuhan kredit hanya bisa tumbuh 19% sampai akhir tahun ini.

"Secara umum, pertumbuhan kredit tak akan mencapai 20% sesuai dengan ekspektasi yang sudah diturunkan. Mungkin hanya tumbuh 19% saja," jelas Prasetyantoko. Salah satu penyebab seretnya kredit itu adalah, tawaran bunga bank yang tentu saja naik menyusul inflasi.

Efek donimo lainnya adalah, tingginya inflasi membuat nasabah ogah menaruh dananya dalam bentuk deposito. Sebab, bunga bank yang ditawarkan perbankan itu tentu tak sebanding dengan inflasi yang sudah melejit.

Kondisi ini diproyeksikan akan mengganggu beberapa bank, terutama bank kecil yang bisa mengalami penurunan likuiditas. Diproyeksikan, perbankan akan berkompetisi dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK) untuk menaikkan likuiditas.

Jika  kompetisi tidak sehat, yang akan terjadi adalah adanya perang suku bunga yang tentu saja sulit diterima oleh perbankan kecil. "Tingkat kepercayaan bank kecil tentu lebih rendah jika dibandingkan bank besar. Hal ini membuat bank kecil mengalami risiko penurunan likuiditas yang lebih besar daripada bank yang besar," ujar Prasetyantoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×