Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana penghapusan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencuat dan memicu beragam tanggapan dari berbagai pihak.
SLIK selama ini menjadi sumber utama informasi riwayat kredit (credit history) bagi lembaga perbankan dan pembiayaan dalam menilai kelayakan calon debitur. Karena itu, wacana penghentian atau restrukturisasi sistem ini dinilai dapat menimbulkan implikasi luas terhadap proses penyaluran kredit nasional.
Wacana penghapusan itu mencuat setelah Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Maruarar Sirait menyebut SLIK menjadi penyebab masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sulit mengakses kredit pemilikan rumah (KPR).
Pengamat Pasar Modal Hans Kwee menilai wacana penghapusan itu untuk mempermudah kredit rumah subsidi rupakan kebijakan yang sangat berisiko. Menurutnya, SLIK berfungsi mencatat rekam jejak kredit seseorang sehingga bank dapat memprediksi tingkat risiko kredit macet.
Baca Juga: Bukan SLIK, Bos OJK Sebut Alasan Ini yang Bikin Calon Nasabah Susah Dapat KPR Subsidi
"Ini usulan yang kurang tepat. Sebenarnya SLIK itu track record kredit seseorang. Jadi ini menjadi acuan bank dalam menyalurkan kredit. Nah asumsi yang dipakai disini adalah kalau orang itu pernah punya masalah, maka bank itu harus hati-hati dalam menyalurkan kredit," ujar Hans dalam keterangannya dikutip Kamis (11/12/2025).
Hans menegaskan bahwa penghapusan SLIK sama saja dengan menghilangkan alat navigasi penting bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Tanpa riwayat kredit, bank akan kesulitan menilai kemampuan bayar calon debitur.
Ia menilai, jika SLIK dihapus dan kredit tetap diberikan, potensi kredit macet akan meningkat tajam. Padahal dana yang disalurkan bank berasal dari masyarakat dan memiliki biaya, sehingga memberikan kredit kepada pihak yang belum layak justru memindahkan risiko dari debitur ke industri perbankan.
Hans mengingatkan bahwa kenaikan kredit macet dapat mengancam kesehatan perbankan dan memicu krisis ekonomi. Ia mencontohkan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2008, ketika kredit diberikan kepada kelompok yang tidak layak sehingga memicu lonjakan gagal bayar dan mengguncang ekonomi global.
Baca Juga: Solusi SLIK OJK: Pemerintah Siap Putihkan Pinjaman Mini agar MBR Bisa Punya Rumah
Dia mengakui bahwa kebutuhan hunian penting, tetapi menilai tidak semua orang otomatis layak memperoleh kredit. Untuk menjaga stabilitas keuangan, ia mengusulkan agar pemerintah menyediakan skema rumah, rusun, atau apartemen sewa bersubsidi agar harganya terjangkau.
Hans juga menyarankan agar hunian sewa tersebut disesuaikan dengan lokasi tempat bekerja guna menekan biaya hidup dan meningkatkan efisiensi waktu bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selanjutnya: Pernyataan Hasil FOMC The Fed (10 Desember 2025)
Menarik Dibaca: Mampir ke HokBen Tiap Kamis–Minggu, Promo Super Bowl Mulai Rp 30.000 Siap Temani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













