kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Usulan Bankir untuk Penanganan Restrukturisasi Kredit di Bali


Senin, 10 Oktober 2022 / 19:43 WIB
Ini Usulan Bankir untuk Penanganan Restrukturisasi Kredit di Bali
ILUSTRASI. Sejumlah bank meminta agar OJK memberikan perlakukan khusus terhadap penanganan kredit terdampak Covid-19 terkait pariwisata di Bali. KONTAN/Baihaki/


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keungan (OJK) memberi sinyal akan memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang akan berakhir pada Maret 2023 mendatang. Rencana itu dikaji dengan pertimbangan bahwa belum seluruhnya debitur terdampak Covid-19 kembali pulih dan ditambah dengan tantangan global yang berkembang belakangan. 

Namun, perpanjangan itu tidak akan dilakukan secara menyeluruh tetapi akan dilihat berdasarkan sektor, segmen, dan wilayah yang memang masih sulit untuk bangkit. Sejumlah bank meminta agar OJK memberikan perlakukan khusus terhadap penanganan kredit terdampak Covid-19 terkait pariwisata di Bali. 

Meskipun ekonomi Bali sudah mulai bergerak, namun perbankan tidak bisa memberikan dukungan kredit baru karena kredit lama masih belum bisa diselesaikan dan leverage sudah terlalu besar. 

Baca Juga: Kredit Perbankan di Bali Perlu Perhatian Khusus

Sunarso, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengatakan, perbankan sekarang sulit untuk mendukung pemulihan ekonomi Bali karena terhalang portofolio lama yang belum terselesaikan dan telah masuk dalam ketegori unsustain. 

Ia punya usulan yang mungkin bisa dikaji regulator dalam mengatasi permasalahan kredit di Bali, yaitu membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) khusus Bali.  

"Ini hanya usul saya buat diskusi ya, masih perlu dikaji," ujarnya, Jumat (7/10).

Senada, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menilai regulator bersama dengan industri perbankan perlu mencari jalan keluar untuk membantu perekonomian Bali. Ia melihat kredit yang masuk restrurisasi Covid-19 di Bali masih sulit untuk pulih mengingat beratnya tekanan yang dihadapi selama pandemi dalam dua tahun lebih.

Ia mengakui bahwa aktivitas ekonomi Bali sudah kembali bergerak tetapi bank sulit memberikan dukungan lewat kredit baru untuk mempercepat pemulihan itu karena kredit perbankan di bali sudah over leverage. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK saat ini masih dalam tahap melakukan analisis terakhir untuk memutuskan perpanjangan karena masih ada beberapa komponen yang harus dipertimbangkan sebelum membuat keputusan final. 
"Tetapi dalam memperpanjang, kita akan betul-betul mempertimbangkan berdasarkan sektor, segmen, dan berdasarkan wilayah geografis debitur yang belum pulih ini," katanya, Senin (3/10).

OJK mencatat kredit restrukturisasi Covid-19 per Agustus mencapai Rp 543,45 triliun, turun Rp 16,7 triliun dari bulan sebelumnya dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah dari 1,94 juta pada Juli. Persentase yang berpotensi gagal atau masuk dalam kategori high risk (loan at risk/LAR) mencapai 11,53%. Adapun total pencadangan yang udah dilakukan perbankan untuk itu mencapai 39%. 

Baca Juga: Kredit Macet Bank Mandiri Diproyeksi Capai 2,4% di Tahun Depan

Sedangkan yang sudah turun jadi kredit macet atau non performing loan (NPL) sejauh ini dari total kredit yang sudah direstrukturisasi mencapai 6,62%. Perbankan telah melakukan pencadangan 18,17% terhadap NPL ini.

Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri enggan merinci berapa portofolio kredit perseroan dari Bali yang masih dalam restrukturisasi Covid-19 saat ini. 
Namun, ia mengklaim pihaknya sudah siap jika relaksasi tidak diperpanjang OJK. Tahun depan, Bank Mandiri menargetkan NPL bisa dijaga dikisaran 2,2%-2,4%.

Per Juni 2022, outstanding restrukturisasi Covid-19 Bank Mandiri secara bank only mencapai Rp 58,2 triliun. Adapun yang masuk kategori Loan at Risk (LaR) mencapai Rp 19,5 triliun. Namun, perseroan memperkirakan yang betul-betul bisa berpotensi NPL hanya Rp 3 triliun- Rp 4 triliun.  

Kendati begitu, Bank Mandiri sudah mengalokasi pencadangan terhadap LAR sebesar 58,4% atau senilai Rp 11,3 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×