Reporter: Wahyu Satriani, Nurul Qolbi |
JAKARTA. Akhirnya, Bank Indonesia (BI) merilis surat edaran (SE) tentang kewajiban bank mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) atau prime lending rate mulai 31 Maret 2011 mendatang. SE tertanggal 8 Februari 2011 ini mengatur teknis pelaporan, data yang dipublikasikan dan sanksi bagi para pelanggar.
Muliaman D. Haddad, Deputi Gubernur BI, menjelaskan, aturan SBDK bertujuan meningkatkan transparansi produk perbankan, termasuk manfaat, biaya dan risiko sehingga nasabah tidak salah memilih bank. “Kami ingin mendorong persaingan yang sehat di industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik,” kata Muliaman dalam SE tersebut.
Isi SE tersebut tak banyak berubah dari wacana BI selama ini. Bisa dibilang, bank sentral hanya menegaskan aturan tersebut. Sementara masukkan para bankir tak banyak terakomodasi.
Penghitungan SBDK berlaku untuk tiga jenis kredit, yakni korporasi, ritel dan konsumsi. Di kredit konsumsi, BI mengecualikan aturan untuk jenis kartu kredit dan kredit tanpa agunan.
SBDK memperhitungkan tiga komponen, yakni harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead dan marjin keuntungan. Soal premi risiko, BI menyerahkannya ke bank. Premi risiko mencerminkan penilaian bank terhadap prospek pelunasan kredit dengan mempertimbangkan jangka waktu dan usaha yang dibiayai.
Melalui aturan ini, BI mewajibkan bank merinci biaya dana dan biaya overhead secara detail. Misalnya saja rincian biaya gaji dan biaya promosi, seperti biaya cash back, undian, hadiah serta biaya iklan. Bisa dibilang, isi dapur perbankan terungkap semua.
Di tahap awal, aturan ini berlaku bagi bank yang beraset di atas Rp 10 triliun.
Bank wajib mengumumkan SBDK di setiap kantor bank, website dan surat kabar. Yang terakhir ini, bersamaan dengan pengumuman laporan kinerja kuartalan. Bila tidak mematuhi, bank akan terkena sanksi administrasi hingga denda maksimal Rp 500 juta.
Arief Harris, Direktur BTPN menilai, aturan SBDK tidak mengejutkan, sebab BI sudah menggulirkan isu ini setahun terakhir. “Yang baru adalah bagaimana cara menghitung SBDK,” katanya.
Arief yakin, transparansi ini tidak berdampak negatif terhadap perebutan debitur, kendati mereka terdorong mencari bunga kredit yang lebih murah. “Pricing hanya salah satu faktor. Kami yakin, nasabah bakal lebih mempertimbangkan pelayanan bank,” kata Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News